Skip to main content

Posts

Showing posts from August, 2012

PUISI ULANG TAHUN

+ 1 Penulis          : Cucu Sudiana Kulihat bayangku di cermin.. Paras-paras remajaku kian melekat.. Mengucapkan satu kata yang telah ku tunggu.. Dalam usiaku kurasa aku kini berbeda.. Peri-peri mulai membicarakan perubahanku.. Yang menemani dan memperhatikanku.. Kado-kado kecil di sudut mata menantiku.. Menyiratkan salam sejahtera.. “Happy Birthday untukku..”

TITIK AIR

TITIK AIR Kusaksikan titik air yang berkejaran di dinding tembus pandang ini Aku pun ikut menerawang dengan saksian itu Dan titik itulah yang selalu membuatku merindu setitik kehangatan setiap kali ia berdetak pertanda! Dari arah berlawanan terhantam belalakan energi pijar yang menguasai medan! Tak bisa kubayangkan derita sepucuk daun yang ada  di seberang sana Mungkin ia kedinginan, kesepian, atau malah mereka berhisteria mencari pertolongan Pikirku yang berhisteria hanyalah peri yang terbang meski tidak sempurna dengan hanya punya satu sayap Adakah itu suatu ketimpangan yang membaur dan bercampur dengan air hujan yang menyerang mereka? Seketika ketimpangan itu merupakan rintangan berbuah merayakan Apa yang mesti dibanggakan dari sebuah ketimpangan? Bukankah itu hasil dari proses ketidakseimbangan? Ketimpangan tak’kan berarti ketidakseimbangan, tapi bagian dari rintangan! Lantas apakah yangharus kita perbuat? Ketika kubaca makna dari semua itu membuat ota

Sang Penerang Sang Pembawa Nestapa

Sang Penerang Sang Pembawa Nestapa Karya : Cucu Sudiana Terang di atas bumi yang mewarnai dedaunan nampak seperti tangan halus bayi yang mengayun perlahan Entah kenapa suram yang kutemukan di dalam kamarku menjebak aku dalam gelap tak bermata Siklus global warming yang terus kuingat sampai melekat kuat di genggamanku ingin terus aku tiup Lampu-lampu putih yang cahayanya berbaur dengan sinar matahari seakan menyadarkanku Berapa banyak nyawa manusia kubuang, berapa banyak pula burung-burung terbakar lewat ujung sayapnya?? Sungguh menakutkan, aroma tragis terus-terusan memburu dan menjahit kedua telingaku dengan jarum yang tumpul dan berkarat Ini bukan kesalahanku!! Susunan tanah merah yang terbakar lewat suhu ratusan derajat itu dan balutan semen yang terasa halus dan tiba-tiba mengeras jika diterpa air menghalangi pandanganku Tak mampulah aku melihat sejuknya sang penerang naturalis Tak mampu pula kukecup tangisannya Malangnya aku.. Yang harus mendekam di kam