Skip to main content

SALAH SIAPA?



“Diam…!!!”
Lelaki itu membanting pintu dan mengeraskan suaranya kearah perempuan yang terdiam diatas lantai dengan mata sembab dan pipi yang basah. Kejadian seperti ini sudah berulang kali aku lihat, rasanya kehadiranku sebagai anak dari buah cinta mereka tak ayalnya seperti jiwa-jiwa yang lain tanpa rasa yang timbul dari hati nurani mereka.
Aku masih tak mengerti dengan pertengkaran yang terjadi di depan mataku, dengan usiaku yang masih sangat dini untuk mengerti dan memahami permasalahan orang dewasa.
“Sudah saya bilang, kamu itu perempuan yang tidak berguna dan tidak bisa apa-apa!!”
Lelaki yang sebenarnya adalah ayah kandungku sendiri yang tak pernah memperhatikan aku bahkan memberi aku sapaan hangat ketika pulang sekolah memalingkan muka di depan ibuku dan beranjak pergi dari ruangan yang sesak dan penuh keraguan bagiku.
Pernikahan orang tuaku adalah pernikahan tanpa restu. Tak ada cinta diantara mereka dan tak ada sepatah kata pun pernyataan sayang yang terlontar. Ibuku yang telah kuanggap sebagai perempuan terkuat yang pernah aku miliki adalah perempuan yang selalu mengalah dalam segala hal, mungkin ia terluka dengan perlakuan orang yang sangat disayanginya namun ia bertahan dari waktu ke waktu seolah dirinya kuat dibalik air mata yang selalu mengalir setiap harinya.
“Ma.. Mama baik-baik aja??”
Aku memberanikan diri mengangkat pembicaraan untuk mengetahui keadaan ibuku.
“Mama baik-baik ajaNak, Mama hanya sedikit lelah..”
Pelukan hangatnya mencair di tubuhku dan mengalirkan kehangatan yang mampu meredam ketakutanku terhadap sosok lelaki terutama ayahku.
“Ini bukanlah hal yang besar, semuanya akan baik-baik saja.”
Rasanya telah puluhan bahkan ratusan kali aku mendengar kata-kata seperti itu. ‘Semua akan baik-baik saja’ Mungkin itu hanyalah kata ampuh yang dapat menghentikan pertanyaanku.
Aku merasa berada dalam posisi yang salah, kelahiranku di dunia mungkin adalah sebab dan akar dari permasalahan yang selalu mereka ributkan. Aku tak mengetahui siapa yang salah dan siapa yang benar? Yang jelas aku merasa tidak berguna untuk keduanya.
-o[__]o-
Dengan pandangan yang berpendar-pendar aku mencari kembali ingatan ibuku yang mungkin bisa aku ambil. Tujuh belas tahun sudah ibuku bertahan dengan semua tingkah laku ayahku yang kasar, entah apa alasan ia bertahan, aku hanya mengira-ngira mungkin alasan itu adalah aku.
Ada sebuah buku usang yang mencuri perhatianku saat aku memasuki kamar ibuku. Sekarang adalah hari Minggu, namun ibuku tetap masuk kerja karena ia hanyalah seorang karyawan di sebuah perusahaan yang mengharuskan pegawainya untuk masuk kerja setiap hari. Buku usang itu hampir menguning di setiap lembarannya, namun usia dan waktu tak akan pernah bisa menghapus memori dan rasa pahit ibuku.
Tanpa terasa pipiku terasa panas, menjalar kedalam mataku dan alhasil aku menjatuhkan air mata, kenangan pahit yang ibuku rasakan tertulis jelas di dalam buku berukuran 13X18cm itu. Aku menyebutnya sebuah buku ‘Black Note’ karena memang isinya adalah cerita pahit yang dialami orang terdekatku. Aaaaaggggrrrrhhhhttt… Bagaimana aku bisa terus menarik napas dengan tenang sementara ibuku menarik napas dengan rasa hampa.
Ternyata benar, bahwa perdebatan yang selalu terjadi pada orang tuaku adalah karena keberadaanku. Ibuku menikah di usia 20 tahun, disaat ia masih bergelut dengan buku-buku tebal di bangku perkuliahannya. Ayahku lima tahun lebih tua dari ibuku, mereka dipertemukan oleh perjodohan keluarga. Di satu sisi mereka memang pasangan yang serasi, namun masalah muncul setelah pernikahan.
Ayahku adalah seorang direktur perusahaan multimedia yang cukup terkenal luas. Seandainya aku dekat dengannya mungkin aku sudah menjadi orang yang paling pintar diantara teman-teman seusiaku karena ayahku adalah orang yang jenius. Ia nampak sempurna, dengan peringai yang cukup hangat, tapi kenapa?? Aku tak mengerti kenapa ia tidak bisa membuka hati terhadap ibuku.
“Aku hanya mampu bertahan terhadap takdir dan mencoba berlapang dada atas apa yang telah terjadi. Ibuku adalah orang satu-satunya yang dapat mengerti aku.”
“Nenek! Aku harus menemui Nenek sekarang juga!”
-o[__]o-

“Semua ini tak akan terjadi jika ayahmu mau menerima ibumu apa adanya”
Suara perempuan setengah abad menggema di telingaku, suaranya parau, ada nada sendu di setiap akhir kata yang ia lontarkan.
“Kenapa Nek? Apa salah ibuku?”
“Ibumu tidak salah sama sekali, ia sebenarnya perempuan yang kuat. Hal ini berawal dari sikap ayahmu.”
Aku mendengar napas Nenekku yang sesak.
“Aku ingin mendengar semuanya Nek!”
“Perjodohan kedua orang tuamu bisa dikatakan terjadi karena keterpaksaan. Ayahmu sukses dalam segala hal, ia mempunyai segalanya, namun ia tak mempunyai hati untuk ibumu! Ia adalah lelaki dengan satu cinta di hatinya. Cinta pertama dan terakhir dalam hidupnya yang tak pernah tergantikan.”
“Jadi ayahku tidak mau menerima ibu karena cinta pertamanya?”
“Itu benar!”
“Lalu aku?”
Nenekku terisak, diantara lipatan usia di wajahnya terpampang jelas air mata yang mulai keluar dari sudut matanya.
“Kamu bukanlah darah daging ayahmu dan bukan pula darah daging ibumu.”
“Apaa?? Aku bukanlah anak dari kedua orang tuaku sekarang??”
“Itu benar, ibumu mengadopsimu karena ia benar-benar kesepian”
Pendengaranku mulai bermasalah, suara nenekku semakin samar, semua gelap, penat, pandanganku pudar dan semua menghitam.
-o[__]o-
Ada disaat aku bisa tinggal dengan nyaman, tak ada beban, tak ada makian yang sering kudengar dan tak ada lagi sesak dalam dadaku. Inilah rumah singgahku yang sekarang dan yang terakhir. Semua terasa sempurna. Apakah pesanku dapat dipahami dengan baik oleh kedua orang tuaku? Pesan yang kutitipkan lewat saku seragam sekolahku yang ternodai oleh darah yang mengucur dari kepalaku setelah aku memutuskan untuk membantingkan kepalaku dari atas jembatan layang. Aku berharap semoga ayah bisa membuka mata hatinya, meskipun sebenarnya ayah tahu bahwa perjodohan itu dilakukan karena amanat dari keluarga ayah sendiri. Lalu siapa yang paling terluka? Aku, ibu atau ayah sendiri?

"Mungkinkah kalian bisa bersatu jika aku tak ada?"




Cucu Sudiana
26 Juni 2013

Comments

  1. Cucu..!!!!

    Ini kah gaya kamu?

    Like this ah..

    (˘⌣˘)ε˘`)

    ReplyDelete
  2. kereeeennnnnn....



    MUANTAAAAAFFFFFFFF... (y)

    ReplyDelete
  3. Terimakasih semuanya... #bungkuk2in_badan..:D

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

7 Unsur Budaya Desa Golat Kecamatan Panumbangan Kabupaten Ciamis

Karakteristik budaya (meliputi tujuh unsur kebudayaan) masyarakat di Dusun Golat Tonggoh, Desa Golat, Kecamatan Panumbangan, Kabupaten Ciamis. Dalam ilmu sosiologi, dimanapun kita berada, baik itu di lingkungan rumah maupun ketika kita melakukan kunjungan ke luar daerah, ke luar kota, bahkan sampai ke luar negeri, kita akan selalu menemukan tujuh unsur  ke budaya an   dalam masyarakat. Ketujuh hal ini, oleh Clyde Kluckhohn dalam bukunya yang berjudul Universal Catagories of Culture   (dalam Gazalba, 1989: 10), disebut sebagai   tujuh unsur kebudayaan   yang bersifat universal ( cultural universals ). Artinya, ketujuh unsur ini akan selalu kita temukan dalam setiap kebudayaan atau masyarakat di dunia. Unsur-unsur ini merupakan perwujudan   usaha   manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup dan memelihara eksistensi diri dan kelompoknya. Adapun yang menjadi karakteristik budaya di Dusun Golat Tonggoh adalah sebagai berikut : (1) Sistem religi dan upacara keagamaan. Kepercayaan m

Samakah Beban Kita??

Cucu Sudiana 2 Desember 2012 Suara malam kembali berdendang Di tumpukan batu-batu itu mereka bersembunyi Musim penghujan yang telah menyapa tanah selama berminggu-minggu masih setia mengalirkan keprihatinannya Naluri manusia yang berubah-ubah juga emosi yang meluap-luap tidak memberikan keuntungan yang berarti Apakah masih ada yang berkenan dengannya Seekor makhluk tanah yang populasinya mulai menurun akibat keegoisan manusia Ataukah memang suaranya tak senyaring dahulu? Tiada lagi memberi kehangatan bagi hamba Tuhan yang terlambat pulang Jenis makanan seperti apakah yang mereka telan setiap hari? Lalu cairan seperti apakah yang akan melanjutkan hidupnya? Pernahkah ia mengeluh? Tentang kemarau kemarin yang panjang.. Tentang penghujan yang memberikan banjir terhadap urat nadi Negara Kupikir mereka dapat terbang lepas ke angkasa Laksana kunang-kunang dan serangga lainnya Hidup tanpa beban dan hidup di dalam nadirnya Maka.. disaat bait hujan mulai

Penyesalan Besar Untuknya

Sudah banyak pengorbanan yang dilakukan oleh Olive, seorang perempuan yang telah lama kukenal sejak SMA, ketika saat kegiatan PRAMUKA itu berlangsung, dia bernyanyi di ujung malam bertemankan hangatnya bara api unggun yang menggerogoti dinginnya malam. Aku menatapnya dengan cermat, mungkinkah dia seorang yang akan menjadi berharga? Diriku masih menimbang-nimbang. Jika biasanya orang-orang atau teman sebayaku yang lain menginginkan sosok pujaan hati dalam wujud yang sempurna, dalam artian cantik fisik, rupa, sorot mata dan sebagainya namun tidak denganku, cantik dalam pandanganku berarti IQ tinggi, bintang kelas, mempunyai keahlian, punya visi, ahh... mungkin aku terlalu berlebihan. Dalam waktu yang tidak dinyana, ada sebuah kesempatan untuk dekat dengannya, ini momen yang tepat, dengan melihat segala kemungkinan dan hipotesis yang ada aku dapat menyimpulkan ini akan sangat mudah. Dan ternyata ia memang benar, cinta semasa SMA tidak terlalu banyak pertimbangan, tidak seperti cint