Writed by : Cucu
Sudiana, 25 Desember 2013
23 Desember 2013 lalu
pondok pesantren Daar El Qolam 3 (DQ3) kedatangan sosok yang sebenarnya tidak
saya kenal sama sekali. Seorang lelaki mungkin kurang lebih 40 tahunan itu menjadi
salah satu trainer motivation khususnya untuk semua guru yang mengabdi dan
mengajar di DQ3.
Akbar Zainudin,
penulis buku Man Jadda Wajada menyemarakan hari pertama kedatanganku ke pondok
pesantren setelah liburan semester 1 berakhir. Ini menjadi pengalaman pertama
bagiku untuk masuk dalam “The Real
Education World”, karena sebelumnya setelah aku lulus kuliah di Program
Studi Pendidikan Geografi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pengetahuan Universitas
Siliwangi Tasikmalaya pada Mei 2012 lalu aku malah malang melintang di dunia
pertelekomunikasian. Memang faktor ekonomi menjadi salah satu alasan mengapa
aku memilih jalan yang menyimpang ini, namun aku tak menyesalinya karena
semangat masa mudaku masih terus membara, dan semua hal yang telah aku dapatkan
menjadi sebuah pengalaman yang menarik.
Back
to the topic! Malam itu tepat dimulai pada pukul
20:00 WIB di ruang guru DQ3 telah berkumpul wajah-wajah yang siap melakukan
pembaruan semangat yang sempat tertunda. Akbar Zainudin memperkenalkan diri dan
menceritakan pengalaman hidupnya dengan basic “Love teaching”, karena kecintaan dirinya terhadap mengajar dan
menulis beliau melawan rasa malasnya dengan menumpahkan semua pemikiran dan
pengalaman hidupnya sampai terlahir beberapa buku yang dengan sukses menembus
penerbit sekelas Gramedia dan Mizan. Aku sendiri yang punya beberapa hobi salah
satunya menulis merasa terbakar semangat lagi untuk menulis, apalagi setelah
mendengar janji yang sempat dilontarkannya bahwa beliau siap menerbitkan buku
dari hasil penulisan artikel yang dikirim ke emailnya satu minggu satu artikel
terhitung dari Desember 2013 sampai Desember 2014, tentunya artikel yang
ditulis oleh siapapun guru yang minat dan serius dalam menulis segala unek-unek
dan pembaharuan dalam bidang apapun.
Man
Jadda Wajada, ini adalah salah satu mahfudzat (peribahasa) dalam bahasa Arab
yang berarti “Barang siapa yang bersungguh-sungguh dapatlah ia”, kalimat ini
sebenarnya aku kenal pertama kali dari novel Negeri Lima Menara karya Ahmad
Fuadi yang masuk dalam kategori best seller sampai menarik dunia perfilman dan
dibuatlah sebuah film layar lebar, sungguh luar biasa. Akbar Zainudin berkata
“Man Jadda Wajada!! Aku orang sukses!!” Mampukah kita menjadi orang sukses
dengan bermodalkan mantra Man Jadda Wajada?? Bukan permasalahan mantra atau
do’a do’a apa yang telah kita amalkan, tapi persoalan mampukah kita menjadi
orang sukses dengan melawan sang pencuri kesuksesan kita yaitu rasa malas? Ini
menjadi PR besar juga bagiku yang basicly punya minat menulis tapi jarang menulis,
punya keinginan merampungkan novel tapi berhenti di tengah jalan, dan semua itu
hanya gara-gara malas, malas dan malas.
Aku tergetar ketika
beliau bertanya “Sudah Bahagiakah kita selama ini? Rugilah kita jika merasa
selama bertahun-tahun kita hidup tapi tidak pernah bahagia!” Benar juga,
terkadang aku merasa bahwa aku merasa kecil, aku merasa jauh dibawah
teman-temanku yang taraf kesejahteraan hidupnya lebih terjamin. Owh Tuhan..
Apakah selama ini aku menyia-nyiakan kenikmatan yang telah engkau berikan? Astagfirullah….
Aku hanya tertawa kecil mendengar kalimat sederhana seperti ini “Apapun yang
kita makan jangan membuat diri tidak bahagia, jangan pernah membayangkan makan
dengan ayam saat kita sedang makan tahu” Haha gurauan yang sarat makna
sebenarnya, jangan pernah memaksakan kehendak, apa yang kita dapat sekarang ya
itulah rezeki kita, jangan pernah mengeluh karena keluhan hanya akan membuat
hidup anda semakin susah. Aku jadi teringat saudara (kakak dari ibu) yang dua
minggu lalu baru saja meninggal pada usia 50-an, usia yang sebenarnya masih
mempunyai harapan hidup. Beliau semasa hidupnya maaf yang kudengar hanya
keluhan, dari mulai keadaan ekonominya yang kurang juga nuansa rumah tangganya
yang agak sedikit tidak utuh. Bagaimana mungkin beliau hidup di rumah anaknya,
mengasuh cucu satu-satunya dan rela meninggalkan suaminya di kampung halaman,
suaminya agak keras kepala dan maaf ia tidak pandai mencari uang sehingga keluh
kesah selalu saja terlontar dari mulut almarhumah.
Aku merasa miris,
kebahagiaan yang dimilikinya mungkin tak sempurna dan aku tak mau menjadi orang
yang demikian. Dengan semangat Man Jadda Wajada yang berulang kali dilontarkan
pada malam itu semoga menjadi sebuah semangat baru untukku, semangat dalam
banyak hal, ya meskipun aku tidak mahir dalam berbagai hal tapi aku yakin mampu
meruntuhkan dinding yang menutupi semua kekuatan kita, bagai pensil yang
dipatahkan jari kelingking atau bagai bola kasti yang bergulir di jari para
guru yang begitu banyaknya dengan waktu 10 detik. Semua itu bisa jika kita
berusaha! Semua itu mampu jika kita mau!! MAN JADDA WAJADA!!!
Bagus a...
ReplyDelete