Skip to main content

Luka Lamaku

Luka Lamaku 
By : Cucu Sudiana
Date : Saturday, 04/04/2015

 “Mau gak aku kenalin dengan temen kostan aku?”
Kata-kata perempuan yang kadang baik dan kadang judes itu menggelitik pendengaranku. Tidak biasanya dia membicarakan masalah asmara denganku, atau lebih gamblangnya baru kali ini ada orang yang terang-terangan membicarakan hal yang sangat sensitif seperti ini.
Secepat kilat dan dengan panjang lebar perempuan yang sering dipanggil Tia itu menjelaskan dengan gamblang sosok temannya, dari A sampai Z, dan dari hal yang penting sampai yang paling tidak penting dia ceritakan.
Di dalam pikiranku khayalan dan bayang-bayang gadis yang masih semu itu menjelma menjadi sesosok perempuan yang kini tengah dihadapanku. Entah kebetulan seperti apa yang mempertemukan aku dengan dirinya dalam ketidaksengajaan.
“Hairra..?”
Tatapanku tertuju kepada seorang gadis yang saat itu sedang termenung sendiri dibelakang ruang kuliah Biologi. Dalam genggamannya terlihat beberapa buku kuliahnya dan beberapa jurnal ilmiah yang ketika itu sedang ia kerjakan. Tak biasanya aku seberani ini menghampiri perempuan, terlebih kepada seseorang yang belum pernah aku kenal sebelumnya.
Dari senyumannya aku menangkap sebuah sambutan hangat yang secara perlahan mencairkan suasana, dan betapa terkejutnya aku bahwa ternyata Hairra telah mengenalku secara tidak langsung dalam waktu yang cukup lama.
(Hairra)
First Time
Aku sudah melihatnya dari jauh, melihat gerak-gerik seorang lelaki yang sederhana yang selalu muncul dari pintu gerbang belakang kampus. Sungguh klise aku menyukai seseorang hanya berdasarkan anggapan bahwa orang itu mirip dengan kekasihku yang dulu. Akan tetapi, anggapan mengingat mantan kekasih apakah salah? Apakah anggapan orang bahwa mantan itu seharusnya dibuang jauh-jauh sudah menjadi sebuah pernyataan yang harus disetujui. That’s big mistake! Aku hanya beranggapan bahwa cinta mungkin saja punya sisi lain yang tak bisa kita terka.
Cuaca saat itu sangat mendung, tak butuh proses yang lama air pun turun dari jendela atmosfer, namun inilah saat yang kutunggu aku tahu ketika hujan datang bahwa cinta akan datang menghampiri dengan sendirinya. Lelaki sederhana yang tak pernah memakai kendaraan seperti teman kampusnya yang lain itu berlari kecil dari tempat diamnya. Di belakang gedung fakultas adalah satu-satunya tempat terdekat dari tempat yang selalu ia dan temannya berkumpul sebelum perkuliahan dimulai. Dan di tempat itulah aku mendapati sosok raganya dengan lengkap, dari ujung rambut sampai ujung kaki. Meskipun parasnya tak setampan Romeo dengan kisah klasiknya, bukan berarti orang yang kita cintai itu harus dalam wujud yang sempurna.
Lelaki berkemeja merah itu tak sadar sudah beberapa menit aku menatapnya dari sudut yang lain, aku telah menghitung beberapa batang rokok yang telah dia hisap, asapnya bergumul dengan wajah dan rambutnya yang berantakan. Yang aku dapati dia adalah lelaki yang tidak pernah curi pandang, ia selalu menatap lurus.
Second Time
Aku mendapatinya dirinya seperti orang kebingungan, wajahnya pucat pasi, kalau boleh aku menerka mungkin saat itu ia sedang kehilangan benda berharganya. Setelah aku bertanya kepada teman sekamarku yang kebetulan satu kelas dengannya mengenai apa yang sedang terjadi sebenarnya barulah aku tahu, ia sedang kehilangan kunci kamar satu-satunya yang ia miliki.
Ingin sekali aku menolong dan ikut mencari barang yang entah ada dimana, namun saat itu aktivitas kuliahku mengharuskan diriku masuk kuliah di ruangan perpustakaan. Menelusuri ensiklopedia adalah sebuah keharusan bagi dosenku yang satu ini, sehingga aku harus beranjak dari tempat dudukku ke tempat penyimpanan buku, disanalah aku melihat selembar nota pembelian buku di sebuah tempat perbelanjaan buku, dan tepat dibelakang kertas tergores sebuah tanda tangan yang secara sekilas dapat langsung diterka nama pemilik tanda tangan tersebut.
Saat itu juga aku rogoh ponselku dan mengirimkan sebuah sms kepada teman sekamarku untuk memberi tahu mungkin saja tempat perbelanjaan buku bisa menjadi salah satu kemungkinan. Ternyata benar saja, senyuman di bibirnya bisa kulihat lagi selepas aku mengkuti perkuliahan, ini menjadi kebetulan yang menyenangkan.
Hal yang aku alami tadi siang masih menggantung di pikiranku, aku terlarut dalam malam dan imajinasiku.
“Ini sudah lebih dari 30 hari kamu mengikutinya, sesabar itukah kamu menunggu tanpa muncul di hadapannya?”
Tia mengusikku ketika aku tertangkap sedang melamun sendiri di depan kamar kostku yang sangat sempit. Pertanyaannya sederhana namun sarat makna, lelaki yang belakangan ini selalu mengganggu pikiranku bahkan sama sekali belum mengenalku, jangankan kenal, tahu nama saja sepertinya tidak. Inilah sebuah keadaan yang terkadang terasa tidak adil, perempuan dilahirkan untuk menunggu, perempuan tidak pantas memulai sebuah kisah cinta, pernyataan ini memang klasik tetapi masih berlaku bagi sebagian orang terlebih diriku.
“Seharusnya aku tidak terjebak dengan kenangan itu”
Aku mengembuskan napas dalam dan membuang keluh kesahku pada malam yang berselimutkan rasa dingin yang mulai aku rasakan. Tia hanya memandangku dengan getir, dia tahu segalanya, dia adalah teman curhatku satu-satunya semenjak aku SMA. Perjalanan cinta yang aku rajut dengan cinta pertamaku pun dia hapal betul. Seorang lelaki yang membuat aku jatuh cinta hanya karena pertemuan singkat di Pantai Cipatujah tiga tahun yang lalu. Dia datang sebagai penyelamat ketika aku hampir tenggelam karena terbawa arus, bodohnya aku waktu itu tidak bisa berenang namun memberanikan diri untuk melangkah lebih jauh dari tepi pantai, hal ini boleh dikatakan wajar untuk orang sepertiku yang sangat suka dengan air, meskipun tidak bisa berenang.
Lelaki tersebut tiba-tiba datang ke rumahku, mmm... kalau boleh jujur sebetulnya aku kurang suka dengan maksud kedatangannya itu, karena ia datang untuk meminta balas jasa, pada saat itu aku tidak mengerti apa yang dimaksud balas jasa disana, yang aku tahu aku bisa melakukan apapun untuk menghiburnya. Cinta memang dapat dengan mengubah siapapun menjadi seseorang, yang tak pernah kita duga menjadi sesuatu yang spesial, begitupun dengan dirinya, lelaki yang pada awalnya aku pandang sebagai orang yang hanya meminta balas jasa, berubah menjadi lelaki yang kedatangannya sangat aku nanti, lucu sekali anak 17 tahun jatuh cinta dengan seorang lelaki berumur 30 tahun. Bagi teman-temanku, hal itu menjadi perbincangan yang seakkan menjelma menjadi sebuah bahan perolokanku, mereka bilang mau-maunya aku jalan dengan Om Om, terkadang aku risih dengan kata-kata mereka, tetapi cinta tidak pernah bisa bohong.
Ternyata aku dapat bertahan selama tiga tahun menghadapi cemoohan orang-orang disekitarku, setelah akhirnya aku memutuskan untuk mengakhiri sebuah hubungan yang tadinya aku anggap serius itu. Namun ternyata itu salah, aku terjerat dengan cinta terlarangnya, cinta seorang lelaki yang sudah beristri.
Sulit dijelaskan sebenarnya, seharusnya dengan kejadian seperti itu aku membencinya, tetapi kenyataan yang terjadi adalah kebalikannya justru aku masih sangat penasaran dengannya, dan rasa penasaran itu dapat lebih ku rasakan kepada seseorang yang berbeda, orang yang menyakitiku dalam versi yang lebih muda.
^^^
“Bolehkah kita berkenalan?”
Suara bergetar lelaki itu menyadarkanku, jurnal ilmiahku hampir jatuh. Aku melihatnya dari jarak yang sangat dekat sekali. Rambut, mata dan bentuk wajahnya benar-benar serasa membawaku kepada lelaki di masa laluku. Aku tak dapat bersuara, mulutku terkatup rapat merasakan ada sesuatu yang menahanku untuk mengeluarkan apa yang selama ini ingin aku sampaikan, aku malah terisak.
(Yudha)
Sejak Tia mengatakan hal yang masih belum kupahami seutuhnya itu aku semakin rajin mengumpulkan informasi tentang sosok yang bernama Hairra. Orangnya cantik dan jelita, putih berambut hitam panjang, matanya sipit dan kepribadiannya sangat baik. Aku merasa minder jika membadingkan hal tersebut dengan segala sesuatu yang aku punya, seperti bumi dan langit akh mungkin itu terlalu jauh, seperti beauty and the beast?? Aku rasa aku tak seburuk itu. Hhhmm entah kenapa selalu saja ada penolakan yang membentengi keberanianku.
“Dha, akun facebook loe apa??”
Facebook?? Situs jejaring sosial yang sebenarnya sangat familliar ini belum pernah aku coba, bahkan sama sekali tidak aku hiraukan. Disaat teman-teman kuliahku yang lain sudah aktif menggunakan facebook, aku hanya berkutat dengan duniaku sendiri rokok kopi dan soal Fisika, 2 hal yang memang wajar dan satu hal yang terasa aneh bagi sebagian orang, soal Fisika, sebenarnya aku kurang paham dengan alasan kenapa aku suka dengan Fisika yang bahkan bukan program studi yang aku jalani saat ini, hanya saja soal-soal Fisika itu dapat sejenak melupakan masalah yang terkadang aku hadapi, dan aku bilang itu ajaib.
Aku bergeming, menyesap batang terakhir rokokku hari ini, aku sadar satu hal, mungkin saja facebook bisa menjadi salah satu jalan mengenali Hairra lebih jauh. Dan ternyata itu benar! Aku menemukan berbagai macam hal dari situs jejaring sosial buatan Mark Zuckerberg ini, tanggal lahir, hobi, dan bahkan isi hati dirinya yang tertuang dalam status yang ia buat dapat dengan mudah aku baca.
Hampir satu jam aku asyik memainkan mouse kesana kemari mengikuti deretan kata-kata dalam tampilan berwarna putih biru itu sambil sesekali temanku yang tadinya iseng nanya akun facebookku saja, kini harus rela sebentar-sebentar aku tanya untuk sekedar mengetahui apa yang belum aku pahami dari layanan facebook ini. Sejenak aku terhenti pada sebuah foto mesra Hairra dengan seorang lelaki yang mungin kisaran umurnya aku taksir 30-an.
“Siapakah ini? Ayahnya... terlalu muda. Atau mungkin kakaknya? Tapi disini tertulis Yang Tak Tergantikan”
Yudha bergeming menatapi layar, memperhatikan baik-baik foto kedua orang yang sedang tertawa lepas di atas pasir, tangannya saling menggenggam satu sama lain.
“Mirip banget sama loe Dha! Siapa tukh? Kembaran loh? Tapi kok tuaan ya?haha”
Temanku yang sedari tadi berkutat dengan bukunya tanpa menghiraukan kami berdua yang sedang asyik berselancar di internet berkomentar sambil berlalu.
“Mirip?”
Kesadaranku menemui titik terang, ternyata Hairra menyukaiku karena satu alasan, wajahku mirip dengan mantan kekasihnya. Dapatkah hal tersebut dinamakan cinta yang tumbuh secara alami? Aku sungkan untuk menjawab. Aku adalah lelaki yang belum pernah mengalami apa itu jatuh cinta? Bahkan saat ini pun aku tak paham dengan yang aku rasakan sekarang. Memang.. aku penasaran tentang dirinya, namun kalau harus disebut sebagai cinta sepertinya belum.
^^^
“Sepertinya aku belum siap jika harus menggantikan sosok mantan kekasihmu itu. Maafkan aku Hairra”
Gadis itu tertunduk, tak bicara sedikit pun. Air danau di hadapan kami seolah juga ikut membisu. Angin yang berhembus melewati dedaunan di sekitarku bergerak pelan-pelan mengiringi suasana biru yang menyelimuti.
Kenapa?
Hairra bertanya dengan lirih. Tatapan matanya yang bening melumpuhkanku.
“Aku ingin dicintai karena diriku sendiri bukan karena orang lain. Cara mencintaimu aku billang itu salah. Seandainya aku dan kamu menjalani hubungan aku tak mau kamu membandingkan aku dengan mantan kekasihmu itu. Aku tak mau menjadi cintamu yang tidak sebenarnya.”
Air mata dari tepi matanya kulihat terjatuh. Hairra tak dapat membendung perasaannya. Tangannya bergetar, mulutnya terkatup rapat, dan hatinya... entahlah aku tak dapat menerkanya.
“Aku mohon... selamatkan perasaanku... Aku tak mau terus menerus terbelenggu oleh masa lalu yang mengintai kehidupanku. Aku benci perasaan anehku ini, seharusnya aku melupakan lelaki itu, lelaki yang menyakitiku! Tapi aku tak bisa..”
“Kamu pasti bisa Hairra! Perempuan memang dilahirkan mempunyai perasaan yang lebih peka daripada lelaki, wajar jika kamu butuh waktu yang lama untuk melupakan cinta pertamamu.”
Aku melangkah ke tepi danau, mengambil sebatang rokok dan memantikan api. Asap pun menggulung wajahku. Air danau yang terhampar di depanku beriak-riak membentuk gelombang longitudinal, menepi. Aku tersenyum simpul mengingat sedikit banyaknya aku tahu cerita tentang Hairra yang selalu memperhatikan gerak-gerikku. Isakan tangis dibelakangku tiba-tiba hilang, kubalikan tubuhku, Hairra telah pergi, segera kukejar langkahnya, aku belum selesai berucap.
“Hairra, tunggu.. Kenapa kamu pergi begitu saja?”
“Kamu adalah harapan satu-satunya yang aku punya saat ini Yudha. Namun ternyata,  tak selamanya yang kita inginkan bisa kita dapatkan, termasuk kamu! ”
Hairra masih membelakangiku. Nada bicaranya sedikit lantang, aku kira sepertinya dirinya sedang meluapkan kesedihan dan kekesalannya padaku.
“Aku menyadari satu hal. Kamu adalah perempuan pertama yang mengenalkan aku tentang cinta. Cinta yang memiliki dua sisi, pahit dan manis. Cukuplah kamu mengecam pahit dari derita cinta yang telah kamu jalani, maka...”
Angin yang sedari tadi bertiup seolah berhenti, juntaian rambut tebalnya berhenti bergerak. Hairra berbalik, menunggu apa yang ingin aku ucapkan selanjutnya.
“Hairra..”
Perempuan itu mendongakan wajahnya, pipinya yang basah perlahan mengering.
“Ajarkanlah aku menjalani manisnya cinta. Aku ingin kamu menyukaiku karena benar-benar melihatku, bukan yang lain! Aggrrhhhtt... rasanya kata-kata ini terasa tak pantas untuk diriku, seorang lelaki yang belum pernah pacaran, tak memperhatikan penampilan, kumal, dan tak rupawan ini.”
Jemari lentiknya menutup mulutku. Aku berhenti bicara.
“Aku tak butuh sosok yang sempurna. Aku hanya butuh pelengkap dalam diriku untuk menyembuhkan luka. Aku mencintaimu.”
^^^

Comments

Popular posts from this blog

7 Unsur Budaya Desa Golat Kecamatan Panumbangan Kabupaten Ciamis

Karakteristik budaya (meliputi tujuh unsur kebudayaan) masyarakat di Dusun Golat Tonggoh, Desa Golat, Kecamatan Panumbangan, Kabupaten Ciamis. Dalam ilmu sosiologi, dimanapun kita berada, baik itu di lingkungan rumah maupun ketika kita melakukan kunjungan ke luar daerah, ke luar kota, bahkan sampai ke luar negeri, kita akan selalu menemukan tujuh unsur  ke budaya an   dalam masyarakat. Ketujuh hal ini, oleh Clyde Kluckhohn dalam bukunya yang berjudul Universal Catagories of Culture   (dalam Gazalba, 1989: 10), disebut sebagai   tujuh unsur kebudayaan   yang bersifat universal ( cultural universals ). Artinya, ketujuh unsur ini akan selalu kita temukan dalam setiap kebudayaan atau masyarakat di dunia. Unsur-unsur ini merupakan perwujudan   usaha   manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup dan memelihara eksistensi diri dan kelompoknya. Adapun yang menjadi karakteristik budaya di Dusun Golat Tonggoh adalah sebagai berikut : (1) Sistem religi dan upacara keagamaan. Kepercayaan m

Samakah Beban Kita??

Cucu Sudiana 2 Desember 2012 Suara malam kembali berdendang Di tumpukan batu-batu itu mereka bersembunyi Musim penghujan yang telah menyapa tanah selama berminggu-minggu masih setia mengalirkan keprihatinannya Naluri manusia yang berubah-ubah juga emosi yang meluap-luap tidak memberikan keuntungan yang berarti Apakah masih ada yang berkenan dengannya Seekor makhluk tanah yang populasinya mulai menurun akibat keegoisan manusia Ataukah memang suaranya tak senyaring dahulu? Tiada lagi memberi kehangatan bagi hamba Tuhan yang terlambat pulang Jenis makanan seperti apakah yang mereka telan setiap hari? Lalu cairan seperti apakah yang akan melanjutkan hidupnya? Pernahkah ia mengeluh? Tentang kemarau kemarin yang panjang.. Tentang penghujan yang memberikan banjir terhadap urat nadi Negara Kupikir mereka dapat terbang lepas ke angkasa Laksana kunang-kunang dan serangga lainnya Hidup tanpa beban dan hidup di dalam nadirnya Maka.. disaat bait hujan mulai

Penyesalan Besar Untuknya

Sudah banyak pengorbanan yang dilakukan oleh Olive, seorang perempuan yang telah lama kukenal sejak SMA, ketika saat kegiatan PRAMUKA itu berlangsung, dia bernyanyi di ujung malam bertemankan hangatnya bara api unggun yang menggerogoti dinginnya malam. Aku menatapnya dengan cermat, mungkinkah dia seorang yang akan menjadi berharga? Diriku masih menimbang-nimbang. Jika biasanya orang-orang atau teman sebayaku yang lain menginginkan sosok pujaan hati dalam wujud yang sempurna, dalam artian cantik fisik, rupa, sorot mata dan sebagainya namun tidak denganku, cantik dalam pandanganku berarti IQ tinggi, bintang kelas, mempunyai keahlian, punya visi, ahh... mungkin aku terlalu berlebihan. Dalam waktu yang tidak dinyana, ada sebuah kesempatan untuk dekat dengannya, ini momen yang tepat, dengan melihat segala kemungkinan dan hipotesis yang ada aku dapat menyimpulkan ini akan sangat mudah. Dan ternyata ia memang benar, cinta semasa SMA tidak terlalu banyak pertimbangan, tidak seperti cint