Sudah
banyak pengorbanan yang dilakukan oleh Olive, seorang perempuan yang telah lama
kukenal sejak SMA, ketika saat kegiatan PRAMUKA itu berlangsung, dia bernyanyi
di ujung malam bertemankan hangatnya bara api unggun yang menggerogoti
dinginnya malam. Aku menatapnya dengan cermat, mungkinkah dia seorang yang akan
menjadi berharga? Diriku masih menimbang-nimbang. Jika biasanya orang-orang
atau teman sebayaku yang lain menginginkan sosok pujaan hati dalam wujud yang
sempurna, dalam artian cantik fisik, rupa, sorot mata dan sebagainya namun
tidak denganku, cantik dalam pandanganku berarti IQ tinggi, bintang kelas,
mempunyai keahlian, punya visi, ahh... mungkin aku terlalu berlebihan.
Dalam
waktu yang tidak dinyana, ada sebuah kesempatan untuk dekat dengannya, ini
momen yang tepat, dengan melihat segala kemungkinan dan hipotesis yang ada aku
dapat menyimpulkan ini akan sangat mudah. Dan ternyata ia memang benar, cinta
semasa SMA tidak terlalu banyak pertimbangan, tidak seperti cinta di usiaku
sekarang yang penuh dengan pertanyaan, kenapa harus memilih dia? Apa
kelebihannya? Bagaimana keluarganya? Mampukah aku membiayainya? Dan
pertanyaan-pertanyaan lain yang sewaktu SMA tidak akan pernah terpikirkan.
Aku dan Olive tumbuh bersama, merajut asa dan
menggapai cita-cinta bersama. Sejak SMA aku sudah jauh dari orang tua, aku
terbiasa hidup sederhana bahkan terkadang kurang, dan solusi satu-satunya
adalah keberadaan Olive yang selalu setia mendukung hal apapun selama itu
positif. Tujuan awal kita tadinya sama, menjadi seorang pendidik, aku masuk
program studi pendidikan Geografi dan Olive mengambil pendidikan khusus untuk
anak yang mempunyai keterbelakangan mental. Hubungan jarak jauh pun mulai aku
tempuh, dari Tasikmalaya ke Bandung mungkin tidak butuh banyak waktu, namun
tidak mungkin pula aku harus menempuh jarak tersebut setiap hari, inilah satu
poin yang mengajarkanku arti kedewasaan.
Lima tahun bukanlah waktu yang sedikit, perbedaan
usia antara diriku yang dulu dengan diriku yang sekarang membuat segalanya
lebih jelas, aku semakin mantap dengan pilihanku, hanya butuh beberapa waktu
lagi untuk menuntaskan studi S1, bekerja untuk mengumpulkan materi lalu pada
akhirnya sampailah pada tujuan yang sudah lama aku impikan.
Entah mengapa ada beberapa kekhawatiran yang tiba-tiba
menyeruak, perjalanan asmaraku yang mulus harus dihadapkan dengan kerikil tajam
yang harus ku terjang. Aku melihat ada sesuatu yang berbeda dari dirinya, gerak
geriknya terkesan menyembunyikan sesuatu. Ada suatu ketika kudapati beberapa
panggilan yang masuk ke handphonenya, tidak ada nama yang tersimpan di
kontaknya, aku mulai curiga karena nomor tersebut adalah nomor yang paling
sering masuk menjadi panggilan terjawab maupun tidak terjawab, kebetulan hari
itu merupakan hari perjumpaanku denganny setelah hampir beberapa bulan tak
bersua. Biasanya dalam satu bulan bisa satu atau dua kali pertemuan ketika dia
pulang dari Bandung atau justru aku yang sengaja datang mengunjunginya.
Aku pun mulai bertanya banyak kepada Olive, garis
wajahnya menunjukkan ketidaksenangannya, mungkin ia merasa terpojokkan dan
menganggap ini sebuah hal yang tidak penting. Dari beberapa jawaban yang ia
lontarkan aku hanya dapat menangkap dan menyimpulkan bahwa pemilik nomor asing
itu adalah kakak kelasnya yang sedang mencoba mendekatinya. Pada akhirnya aku
berhenti bertanya ketikaOlive menumpahkan air matanya, dia berjanji tidak akan
pernah menanggapi perasaan orang lain lagi.
Hari-haripun berlalu, kegelisahanku semakin
menjadi-jadi, aku berubah menjadi sosok yang sangat emosional, dis ela-sela
studi akhirku aku menyempatkan diri untuk datang ke Bandung ke tempat kediaman
Olive. Selama perjalanan pikiran-pikiran negatif bermunculan, hal tersebut tak
bisa aku cegah dan hindarkan. Tiga jam beralu, perjalanan panjangku terhenti di
depan pintu pagar rumah kontrakan Olive, terdengar ada suara perempuan yang
bersahutan namun samar aku juga mendapati mobil sporty hitam terparkir di depan
rumahnya, aku pikir sedang ada tamu berkunjung kesana.
Setelah bertandang ke rumahnya untuk memastikan,
ternyata Olive sedang tidak ada, mereka bilang mungkin masih di kampus,
sekaligus juga mereka menawarkan dan mempersilakanku menunggu di kamar Olive,
kebetulan sedang tidak dikunci. Tanpa banyak pikir aku masuk ke kamar dan
memperhatikan isi ruangannya, tidak ada yang berbeda, semua masih seperti
sebelumnya ketika terakhir kali aku mengunjunginya. Aku rebahkan tubuhku,
terhempasku diatas bantal warna-warninya, ada sesuatu yang tersimpan dibalik
bantalnya, diary. Aku serba salah antara ingin tahu dan diantara privasi orang,
kubukalah diary bersampul hijau itu dan WOW, full of love, semua tentang cinta.
Dari awal halaman tidak ada masalah, semua berjalan
sesuai kenyataan. Namun aku tersentak ketika diatas kertas itu masuk ke dalam
tahun 2012, tulisannya terasa hambar, tibalah di puncak kemarahanku, ada orang
ketiga dalam hubunganku, apa yang salah dengan diriku? Bukankah dari jauh-jauh
hari aku telah berjanji untuk membangun semuanya dari nol, dan akan berusaha
sekuat tenaga untuk menggapai puncak. Ingin kurobek diary itu namun dengan
segera kukembalikan akal sehatku, lebih baik aku kembali pulang untuk sejenak
merenungi diri, aku butuh tempat sepi.
J J J
Satu
bulan lebih aku membiarkan hal itu berlalu, aku sudah cukup banyak mendapatkan
informasi dari teman kampus Olive. Aku tidak ingin permasalahan asmaraku
mengganggu studi akhirku yang tinggal beberapa tahap lagi aku selesaikan.
Terdengar suara langkah tak beraturan dari kamarku, dalam seketika suara
gedoran pintu terdengar keras, dia meminta maaf kembali, mungkin untuk saat ini
kata maaf bukanlah sebuah kata mujarab yang bisa mengubah pendirikanku,
kudengar juga dia menangis tubuhnya ambruk di ambang pintu, aku hanya terdiam.
Aku
paham, nukannya aku tidak tahu malu, atau tidak tahu terimakasih atas semua
pengorbanan Olive kepadaku, dari mulai hal kecil seperti mencuci baju,
mencarikanku makanan dan bahkan membantuku mengerjakan tugas dia rela
melakukannya. Ternyata penantian panjangku selama lebih dari lima tahun dapat
diruntuhkan hanya karena permasalahan materi. Ya! Tentu saja setiap orang
membutuhkan materi untuk mempertahankan hidup, Olive yang aku kenal bukanlah
orang yang tergiur materi aku ras, namun entah kenapa tiba-tiba dia berubah,
besar kemungkinan dia mendapatkan sesuatu yang tentu saja tidak dia dapatkan
dariku. Tentunya manusia harus bisa berpikir, jika ketidak jujuran sudah mulai
ditanam oleh seseorang, bagaimana proses kedepannya? Inilah jalan Tuhan, Tuhan
pasti akan selalu menunjukkan keburukan yang telah disimpan rapat-rapat. Tuhan
memberikanku pencerahan, atas semua fakta yang ada, mungkin aku telah
disia-siakan bahkan dikecewakan, ajuh dari itu banyak hikmah yang bisa aku
dapatkan. Bolehkah aku bilang bahwa hubungan yang sudah terjalin lama sekalipun
tidak menjamin akan sampai pada tujuan awalnya. Banyak rintangan dan hambatan
yang harus aku lalui, namun untuk permasalahan kali ini menurutku sudah
keterlaluan. Bagaimana tidak, ketika aku harus menunggunya, Olive malah asyik
bermain dengan dunianya sendiri., mencari keuasan lain dengan cara-cara yang
tak pernah aku pikirkan sebelumnya. Dan ketika saai itu, aku menyaksikan dengan
mata kepalaku sendiri Olive bercengkrama mesra dengan lelaki itu, terbahak
dengan renyahnya seakkan tiada dosa. Ini PR besar buatku, bagaimaba aku harus
benar-benar sukses dikemudian hari, sehingga keputusanku mengakhiri hubungan
akan menjadi penyesalan besar untuknya.
Hahaha.... ada beberapa part yg bikin baper,serasa ane :-D
ReplyDeleteBaper lagi..baper lagi..duwh!!
ReplyDelete