Ditulis oleh : Cucu Sudiana
Juni 2018
Debur ombak menemani senjaku, kopi
ditanganku menjadi teman setia di waktu luang. Aku masih bertahan dengan
pekerjaanku sekarang, bekerja di tanah rantau, jauh dari kampung halaman. Entah
kenapa kopi kali ini sedikit hambar, ada rasa pahit yang pudar, aku merindukan
rumah.
Ada kebimbangan saat waktu itu aku meminta
izin untuk bekerja di perusahaan pengolahan ikan di negara Amerika Serikat,
orang tuaku sempat shock mendengar kata "luar negeri", namun pada
saat itu aku bersikukuh untuk pergi dikarenakan di daerah sendiri aku malah
menjadi pengangguran yang tidak potensial, aku ditolak beberapa perusahaan,
hanya karena satu alasan "buta warna".
Pikiranku melayang saat aku dulu baru
lulus SMK, ditawari bekerja di perusahaan pengolahan insektisida, terjadi
kecerobohan kerja oleh karyawan lain sehingga aku terpapar karbon disulfida,
beruntung aku tidak mengalami kebutaan, namun takdir yang harus aku tanggung,
aku sulit membedakan warna merah, biru, hijau dan gabungan dari warna tersebut,
aku yang menjadi korban malah mendapat penawaran pemecatan karena kerjaku
berantakan.
Bukan hal itu yang menjadi masalah utama
sekarang, buta warna sudah aku ikhlaskan, yang ada di pikiranku saat ini adalah
bagaimana caraku untuk pulang? Sudah 10 tahun aku meninggalkan kedua orang tua,
dan adik perempuan kecilku.
"Brown, can you handle it!"
Pria gemuk itu melambaikan tangannya
membutuhkan pertolongan, disini aku dipanggil brown karena warna kulitku yg
sawo matang, hanya aku orang Indonesia yang ada disini, selebihnya ada orang
Piliphina, Uruguay dll.
"Yes, wait a minutes!"
Aku bergegas menghampiri motor penggerak
perahu milik pria gemuk itu yang tak kunjung menyala. Keahlianku dibidang
otomotif sedikit membantunya.
-©©©-
Aku kembali menyeduh kopi di malam ini,
namun rasanya tetap saja sama seperti kopi senja tadi, aku kembali memikirkan
jalan pulang. Sebetulnya jika aku berani aku bisa saja kembali ke tanah air
dengan selamat, kabur dari perusahaan dan mengendap-endap masuk gudang
penyimpanan di sebuah kapal besar, namun hal itu sangat beresiko, jika ketahuan
mungkin aku akan berada dalam masalah besar. Kini aku menyandang status sebagai
imigran gelap, perusahaan yang membawaku ke AS ternyata ilegal, berkas-berkas
yang diurus oleh perusahaan seperti passport ternyata palsu. Seharusnya waktu
itu aku mendengarkan ayahku, dia pernah bilang "Bekerja di tanah sendiri
lebih baik daripada bekerja di tanah orang lain!", kata-kata tersebut bermakna
luas, ada secuil makna yang tersirat bahwasanya beliau tidak mengizinkanku
pergi, namun gaji yang berlipat ganda lebih menarik perhatianku pada saat itu,
aku terlalu buta.
"Brown, you must read it!"
Pria Uruguay itu tergesa-gesa ke arahku,
dia membawa selembar koran, wajahnya pias. Aku membaca dengan seksama berita
yang ditunjukannya, aku tersentak. Di pojok kanan atas menandakan berita harian
itu sudah sangat lama, sekitar 3 tahun lalu, didalamnya memberitakan bahwa
sebuah kapal ekspedisi karam dan tenggelam, tidak ada yang selamat dan namaku
tercantum ke dalam daftar nama karyawan yang tewas.
"Ini pembohongan publik!"
Kata-kataku ketus, aku kesal karena berita
yang dikeluarkan bersumber dari perusahaanku sendiri. Memang 3 tahun lalu
sempat terjadi insiden kebocoran kapal, namun tak sampai karam dan tenggelam.
Berita mengejutkan ini menguatkan
harapanku untuk mencari cara untuk bisa pulang, tak kuasanya aku membayangkan
seluruh keluargaku yang telah menganggap aku tiada, isak tangis orang tuaku
seketika terlintas di kepalaku, betapa pahitnya menerima kenyataan anak
sulungnya mati sia-sia di lautan. Aku mengambil napas panjang, lalu membuangnya
ke udara, sesekali aku menatap pria Uruguay sambil tersenyum, aku mempunyai
rencana!
-©©©-
Aku sudah sangat siap, aku akan menempuh
jarak 14.440,78 km diatas air yang membutuhkan waktu berminggu-minggu. Kapal
milik perusahaan pelayaran asal Perancis, Compagnie Maritime d'Affretement -
Compagnie Generali Maritime (CMA - CGM) dengan kapasitas 8.238 Teus dengan
panjang kapal 334 meter itu sebentar lagi akan beranjak dari Amerika. Ya! Aku
berencana menyelundup pulang ke Indonesia seorang diri, sebetulnya aku sudah
mengajak rekan- rekan se-Asiaku, namun mereka terlalu takut untuk berbuat
curang.
"Steady! Steady!"
Aku mendengar aba-aba kemudi,
menunjukkan kapal siap berlabuh, tubuhku berlindung diantara tumpukan
barang-barang furniture, bergelut dengan bau cat yang melekat kuat. Sinar-sinar
matahari pagi di Amerika menyelip lewat rongga-rongga kapal, mengantarkan udara
laut yang segar, aroma yang sudah aku hafal betul wanginya, kali ini
mungkin untuk yang terakhir kalinya.
Ini hari ketigaku di atas lautan,
keadaanku masih terbilang cukup baik, aku makan dan minum seperti biasa,
yang sangat menggangguku adalah aktivitas buang hajat, tidak ada kamar mandi di
gudang ini, begitu pun saluran air, untung saja aku sudah memikirkan hal
tersebut sehingga meskipun cara buang hajatku terasa tidak normal tetapi aku
masih bisa hidup.
Gemuruh langkah tiba-tiba terdengar
semakin mendekat, aku mempunyai firasat buruk, sepertinya orang-orang di
luar sana menaruh kecurigaan. Seseorang dengan suara berat memerintahkan anak
buahnya untuk membuka gudang penyimpanan barang, aku dengan sigap sudah
bersembunyi di dalam lemari pakaian yang berjejer di gudang tersebut. Ada
ratusan lemari disini, menurut peluang ada banyak kemungkinan lemari yang aku
jadikan tempat sembunyi tidak akan mereka check. Dugaanku benar, mereka
menyebar ke seisi gudang dan menarik pintu lemari untuk memastikan tidak ada
penyelundup di atas kapal mereka. Sudah beberapa menit, namun mereka tetap tak
berhenti menggeledah, aku semakin tak karuan.
"Sir, i found something!"
Seorang petugas keamanan memanggil
komandannya, dia mendapati seorang perempuan muda tengah bersembunyi di dalam lemari.
Si pemilik suara berat itu kemudian memerintahkan anak buahnya untuk membawa
penyelundup ke luar gudang, mereka merasa menang, aku dengar langkah-langkah
semakin tak jelas lagi kudengar, sepertinya mereka sudah keluar dari gudang
penyimpanan. Aku menarik napas panjang, lega, namun aku tak sampai terpikir
selama 3 hari ternyata ada orang lain yang mempunyai niat dan tujuan yang sama
di ruangan ini, dan aku tidak pernah tau dan tidak pernah merasakan
keberadaannya.
Kekhawatiran baru muncul di kepalaku,
aku memikirkan bagaimana jika perempuan muda itu pernah melihatku dan
menceritakannya kepada petugas keamanan? Lalu apa yang terjadi kepada perempuan
muda itu sekarang? Apakah akan dibawa ke jalur hukum untuk diadili atau dibuang
ke laut? Aaggrrhhhtt... pemikiranku semakin aneh-aneh saja. Aku buru-buru
membuang kemungkinan buruk yang terjadi padaku, semoga aku berhasil sampai
Indonesia meskipun dengan cara yang tidak benar.
Terhitung sudah 6 hari aku menjadi
penyelundup, belum ada tanda-tanda kapal menepi ke Indonesia, sementara itu
persediaan makanan yang aku bawa sudah semakin menipis. Tidak ada pilihan lain
melainkan aku harus mencari jalan keluar untuk mendapatkan persediaan makanan
tambahan untuk tetap bertahan hidup. Aku mulai mencari-cari cara, melihat
berbagai kemungkinan yang bisa aku lakukan, namun nihil, gudang ini mempunyai
tingkat keamanan yang cukup baik, jalan satu-satunya keluar dari gudang adalah
pintu utama yang hanya bisa diakses melalui kode.
Malam itu, cuaca terasa sedikit lebih
dingin dari biasanya, aku merasakan ada sesuatu yang tidak beres telah terjadi.
Benar saja, aku mendengar suara keributan dari luar gudang sana, orang-orang
berteriak saling bersahutan beriringan dengan gemuruh sepatu-sepatu mereka. Aku
belum tahu apa yang sebenarnya terjadi, namun bisa aku lihat air yang tiba-tiba
muncul dari celah-celah gudang.
"Astaga!!"
Ini di luar dugaanku, sepertinya kapal
mengalami kebocoran. Jika gudang ini mulai terendam itu artinya separuh dari
bagian kapal sudah mulai tenggelam. Aku terperanjat memutar otak untuk mencari
cara untuk keluar, namun hasilnya masih nihil, tidak ada cara lain selain ada
orang yang menolongku dan membukakan pintu utama. Yang bisa aku lakukan
hanyalah berdo'a, berharap keajaiban datang dan menghampiriku.
"BOOOOMMMM!!!!! "
Suara ledakan dari arah lain menambah
kepanikanku, cahaya penerangan mati total, sepertinya telah terjadi korsleting
dan menimbulkan ledakan. Alhasil aku hanya dapat menangkap cahaya remang dari
celah-celah dinding gudang.
"Doorr!!! "
Suara peluru menembus pintu,
menghancurkan kunci keamanan, sejurus kemudian pintu terbuka begitu saja.
"Follow Me!"
Ternyata perempuan muda yang ditangkap
tempo hari menyelamatkanku, perempuan berambut hitam dan berpakaian serba jeans
biru itu melambaikan tangannya ke arahku, tanpa berpikir panjang aku berlari
mengikuti perempuan tersebut, air sudah menggenang sepinggangku. Aku dan
perempuan itu melewati lorong-lorong panjang dengan susah payah karena harus
melawan air yang datang dari mana-mana, namun sepertinya perempuan itu sudah
hafal betul lingkungan kapal, yang pada akhirnya mengantarkan kita berdua ke
geladak atas.
Orang-orang di geladak kapal cemas, kita
berdua yang berstatus penyelundup tidak perlu merasa khawatir lagi dengan
status kita di kapal ini, yang terpenting saat ini adalah bagaimana caranya
menyelamatkan diri dari kapal yang akan segera tenggelam. Seketika kapal oleng,
banyak orang menjerit dan tertimpa reruntuhan kapal. Sangat mengerikan, semakin
banyak orang kehilangan nyawanya di depan mataku sendiri.
"Kamu bisa berenang?"
Perempuan disampingku menatapku,
ternyata dia orang Indonesia meskipun wajahnya blasteran. Aku memandang
perahu-perahu sekoci yang berlalu begitu saja membawa orang-orang penting dari
geladak kapal.
Aku mengangguk, menandakan iya.
"HEI AWAS!! "
Perempuan itu berteriak histeris! Tanpa
sadar salah satu tiang kapal berdiameter kira-kira 10 cm menimpaku aku, aku tak
sempat mengelak, alhasil kepalaku menjadi sasarannya, benda keras itu
menghantamku dengan keras, aku meringis kesakitan, merasakan ada cairan hangat
keluar dari kepalaku, benar saja, aku berdarah, cukup banyak, kepalaku pening,
pandanganku berputar-putar maka dengan seketika aku gontai dan terjatuh
berdebam di geladak kapal, tubuhku merosot sesuai kemiringan kapal, aku
tercebur masuk ke dalam air, mengapung di Samudera Pasifik.
-©©©-
"Tolong ganti infusannya! "
Suara pria berkulit terbakar matahari
itu menyadarkanku. Sedikit demi sedikit aku mulai membuka mata, dan mulai
kutangkap benda-benda medis disekelilingku satu persatu, sepertinya aku sedang
berada di sebuah ruang perawatan.
Aku memegang kepalaku yang tiba-tiba
sakit seperti ditusuk-tusuk jarum, ku coba menenangkan pikiran dengan bernapas
secara teratur.
"Ini dimana? "
Ku coba membuka suara yang terasa serak
dan agak sakit.
"Kamu di Indonesia!"
-©©©-
Kuseduh kopi khas Aceh itu dengan senyum
mengembang, ini hari pertamaku di rumah, tempat kelahiranku, Gayo, Indonesia.
Rasa pahit dari kopi itu pun sangat berbeda, tidak lagi terasa hambar, ada rasa
yang tersembunyi dibalik serbuk hitam tersebut. Panorama malam di jendela
kamarku masih sama seperti 10 tahun yang lalu, bisu namun menenangkan. Anggota
keluargaku yang lain sudah mendengkur keras diatas kapas-kapas kusam yang warna
sepreinya sudah hampir pudar. Aku pun kembali berselancar dalam angan...
Setelah tercebur di Lautan Pasifik tempo
hari, aku mendapat pertolongan dari tim SAR Indonesia, menurut mereka aku
ditemukan tersangkut di jaring-jaring kapal bersama korban lain, ada yang
selamat berkat perahu sekoci dan yang naas korban banyak yang tenggelam dan
tidak ditemukan.
Aku merasa menjadi orang yang beruntung,
Tuhan masih memberikanku kesempatan untuk hidup, mempertemukanku kembali dengan
kampung halamanku, mempertemukanku kembali dengan keluargaku, keluarga yang
sempat tercengang ketika tadi pagi aku muncul di teras depan, wajah-wajah
mereka mengisyaratkan seperti orang bahagia yang ketakutan, mungkin dikiranya
aku adalah sosok reinkarnasi, atau sosok mayat hidup yang berkeliaran.
Sayangnya, Tuhan tak mempertemukanku kembali dengan perempuan penyelamat di
kapal itu, siapa dia? Kenapa dia menolongku? Semoga Tuhan juga memberikan
keajaiban untuknya.
-©©©-
Comments
Post a Comment