Skip to main content

Pagi Ini dan Esok


Lagi-lagi aku memilih menutup telinga dan memejamkan mata secepatnya di dalam kamar asramaku sendiri, ketika bumi berotasi dan mengubah keadaan menjadi gelap gulita semuanya berubah menjadi sangat sepi, seseorang di ujung telepon memberi kabar singkat tentang keberadaannya yang masih sibuk mengerjakan beberapa hal penting yang diberikan atasannya dan ini sudah berulang kali terjadi. Ini sudah pukul 9 malam, waktu yang sudah seharusnya menuntut semua orang untuk beristirahat setelah beraktivitas seharian, dan itu tidak berlaku baginya! Every day is a bussy day! So bored!
 Aku adalah seorang pustakawan di sebuah sekolah Internasional, sekolah menengah atas Indonesia di wilayah Banten yang telah berubah menjadi sekolah berstandar tinggi karena selama puluhan tahun berhasil menciptakan generasi yang matang untuk memasuki ruang yang lebih luas lagi selain di tanah air. Namun bukan berita kesuksesan karierku yang ingin kuceritakan, melainkan sebuah perjalanan singkat hidupku dalam menemukan tambatan hati.
Memang tak enak menjadi seorang perempuan, hanya bisa menunggu dan pasrah dengan keadaan. Baru beberapa bulan aku diperkenalkan oleh keluargaku dengan seorang lelaki yang sudah mapan dalam pekerjaannya. Ia adalah seorang konsultan keuangan di sebuah perusahaan yang terletak di Bandung. Dengan melihat cara bersikapnya saja aku terpesona hanya saja aku pikir dia masih merasa kaku dengan ikatan yang berawal dari perkenalan lewat keluarga. Bagaimana tidak, kehidupan di zaman sekarang mungkin cerita Siti Nurbaya perlahan mulai luntur dan tergantikan. Aku hanya bisa tersenyum saja karena semua ini terjadi di luar dugaan dan mengenai kedalaman hati seseorang aku tak pernah tahu, apakah ia terpesona juga denganku? Ataukah hanya sebatas kerendahan hati karena merasa tak enak dengan keluargaku jika tak menghiraukan aku? Bingung.
Semenjak dahulu aku berpegang prinsip tidak ingin berpacaran, bukan karena aku berpikiran kolot tetapi memang itulah fakta yang tertulis dalam kitab agamaku Al Qur’an, dan juga sikap tegas ayahku dalam mendidik yang telah menjadikanku sebagai seorang muslimah yang ia harapkan.
“PING”
Isyarat dari BBM-ku meluncur. Jam di layar handphone sudah menunjukkan pukul 11 malam.
“Hhhmmm..... Ini semua percuma!”
Langsung saja kumatikan handphoneku dan tak kusentuh lagi sampai aku tertelap tidur.
JJJ
Aktivitas sehari-hariku kembali datang di hari yang memang cerah ini. Langit biru tampak bersih tanpa bayang-bayang awan. Dalam ruangan berbentuk prisma yang seluruh dindingnya berlapis kaca di lantai paling atas dari sekolahku ini aku dapat dengan mudah membaca situasi hari, apakah akan hujan, sedang mendung atau seperti saat ini ketika cahaya matahari saling berebutan memasuki ruangan. Perpustakaan di sekolahku yang termasuk dalam kategori perpustakaan terunik yang dipunyai Indonesia merupakan rumah kedua bagiku, dari kecil aku memang suka baca dan itu tuntutan dari ibuku dengan latar belakangnya sebagai guru. Dan sekarang aku sangat senang dikelilingi banyak buku berkualitas yang tanpa pergi kemana pun kita akan tahu dunia hanya dengan membaca buku.
Barulah aku tersadar, sebenarnya awan pada pagi itu bukan hilang, melainkan telah memasuki dimensi lain dalam jiwaku yang sedari malam tak karuan. Mungkin kamu berpikir aku tak masuk akal, katanya tak mau pacaran. Ya, aku dengannya tidak terikat apapun dan tak ada kata yang mampu meyakinkanku apakah ia pada akhirnya memilihku atau tidak. Setiap manusia mempunyai hati, dan ketika cinta telah merasuki hati maka semua pandangan bisa berubah, semua hal yang tidak mungkin akan menjadi mungkin. Kita hanya sebatas saling tukar informasi mengenai hal yang telah kita lakukan, dan aku rasa akhir-akhir ini ia sedikit berbeda tanpa aku ketahui penyebabnya apa. Jelas saja aku tak’kan pernah tahu apa yang menjadi faktor utama perubahan sikapnya karena jarak dan waktu memang telah memisahkan pertemuan pertamaku dengannya.
Tumpukan buku-buku di rak seolah-olah melihatku dengan perasaannya masing-masing, dan sepertinya mereka semua menertawakanku. Tanpa kusadari seharian aku habiskan waktu tanpa tersenyum sehingga banyak orang yang protes atas kerjaku hari ini. Tidak seperti banyak hari yang telah aku lalui ketika nuansa hati tidak seburuk ini. Apakah aku hanya terlalu mendramatisir keadaan?? Entahlah...
Aku menatap handphoneku yang terkapar lesu di depan meja kerjaku, seakkan ia berteriak minta dihidupkan, ya memang sengaja aku matikan sejak semalam, aku takut terlalu kecewa dengan alasan yang sangat kecil. Dan aku akhirnya menyerah setelah mata ini bolak balik menatap layar komputer dan layar handphone yang gelap.
“Hahaha...”
Benar saja terjadi! Pradugaku sejak semalam ternyata benar. Tak ada sedikit pun yang membuat perubahan berarti di dalam hari yang telah mengantarkan matahari tepat di ujung kepala, meskipun matahari di hari itu tak menampakan diri. Sepertinya ia sengaja tak menampakan diri, dan mungkin saja sudah mengetahui apa yang akan terjadi. Handphoneku pun kembali tertawa keras melihat raut wajahku yang memusam, seseorang yang aku harapkan untuk sekedar memberi kabar ternyata sedikitpun tak memberi jawaban atas penasaranku, ruang chattku kosong, batas terakhirnya hanya bekas ping-ku kemaren malam. Terpuaslah sudah aku seharian ditemani rasa galauku yang meraung-raung dalam batinku, aku pun tahu apa yang akan terjadi nanti malam maka aku memutuskan tidur lebih awal selepas sholat Isya.
JJJ
Atas kehendak Allah, setelah beberapa malam kulalui dengan kadar perasaan yang sama aku telah terbiasa dengan semuanya. Dalam do’a yang kupanjatkan membuatku lebih ikhlas menyikapi tingkah laku calon pasangan hidupku yang mungkin akan menemani rangkaian panjang hidupku yang semoga masih panjang. Bahkan terbersit dalam pikiran untuk mengikhlaskan segala yang aku punya, termasuk  isi hati dan perasaanku.
Aku lebih menganggap dirinya sebagai teman sharing saja, kuubah pandanganku tentangnya dari mulai persepsi dirinya diawal pertama kali aku bertemu sampai sekarang ketika pandanganku tak benar-benar bisa menangkap bayangannya dengan utuh, dan itu berhasil. Ternyata ketika aku besikap acuh, dia lebih acuh, dan ketika tak ada keinginanku untuk memberi kabar maka ia semakin menghilang. Sudahlah. Finally, Aku menikmati kembali pekerjaanku, ku kembangkan kembali senyumku yang sempat memudar beberapa hari, ooppzzz sepertinya beberapa minggu, syukurlah mendung itu tiada lagi, hanya Tuhan yang bisa membolak-balikan perasaan manusia.
JJJ
10 Juli 2014
Welcome my new self!!
25. Angka yang sudah terlalu matang untuk perempuan dalam menempuh sebuah pernikahan. Indonesia terlalu egois memang, ia selalu menjudge apa yang tidak menjadi kebiasaan dalam dirinya. Jika kita bandingkan dengan negara-negara lain 25 adalah angka yang masih muda, penuh visi misi dalam hidup bahkan ada yang baru saja memulai karier. Tetapi kenapa di Indonesia semuanya seolah-olah menjadi sesuatu yang mengkhawatirkanku. Di usiaku yang sekarang aku tak tahu apakah harus bersyukur karena masih diberkahi umur ataukah harus sembunyi dari rakusnya waktu.
Tok tok tok!! Assalamu’alaikum..
Terdengar seorang perempuan yang sangat kukenal suaranya mengucapkan salam dari luar kamar asramaku, tidak salah lagi itu suara ibuku, suara yang selalu aku rindukan setiap waktu. Tentunya ini menjadi kejutan luar biasa karena sebelumnya aku tak pernah dikunjungi orang tuaku selama kerja di sekolah Internasional ini. Aku langsung memeluknya erat, hanya ibuku saja yang terlihat, nampaknya ia datang sendirian.
Apa kabar Ummi?? Tumben datang kesini??
Aku menyaksikan perubahan mimik muka ibuku. Ada awan kelabu menggantung di pelupuk matanya.
Nenekmu meninggal.
JJJ
Upacara pemakaman nenekku baru saja selesai, bagian dari keluarga satu persatu diambil oleh Sang Khalik untuk kembali kepada-Nya. Aku kehilangan sosok perempuan sejati yang telah mengajarkanku banyak hal, kecintaannya terhadap Allah melebihi segalanya. Ia adalah seorang pengajar ngaji di sebuah madrasah yang meskipun umurnya sudah tua tetapi tetap bersemangat dalam membimbing anak-anak sekolah dasar yang sedang menuntut ilmu agama. Hal itu pun menjadi berita duka yang dirasakan banyak orang. Benar sekali apa yang tertulis dalam kata-kata mutiara Islam, bahwa sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi banyak orang, ketika manfaat itu sudah mendarah daging dalam kehidupan seseorang maka isak tangis bukanlah hal yang aneh lagi.
Nursivah!
Aku menoleh ke arah ruang depan di rumah nenekku tercinta di Kota Bandung. Aku teringat sesuatu, ruangan paling depan di rumah nenekku adalah tempat pertemuanku dengan lelaki itu.
Ada apa Ummi?
Tiba-tiba dari balik pintu datang seorang lelaki yang baru saja aku pikirkan.
“Kak Atar...”
Rona wajahnya tepancar, aku terpesona kembali. Rasanya sia-sia saja aku selama ini. Ada beribu pertanyaan yang ingin aku luncurkan tapi mulutku bungkam, inilah ketidak berdayaanku sebagai perempuan.
“Maaf jika selama ini aku selalu membuatmu menunggu, dan terkadang mengabaikanmu. Alhamdulillah aku diberi amanah oleh Allah melalui perusahaan, tentunya tanggungjawabnya lebih besar dari biasanya, dan waktu luangku berkurang, namun aku tetap bersyukur.”
Ia menghela nafas, aku masih menunggu kata-kata yang ia ucapkan kemudian.
“Insya Allah sekarang sudah siap, aku ingin mengkhitbahmu secepatnya jika kamu telah siap!”

Subhanallah... Tutur kata yang tak pernah aku duga, aku mendengarnya dengan jelas, tak ada keraguan dalam setiap rangkaian ucapannya. Pandanganku salah selama ini, ternyata keegoisanku hanyalah ketakutanku semata. Apa yang sebenarnya tak pernah aku lihat menjadi fatamorgana kecemasan dalam diriku. Aku malu dan aku bahagia. Allah mendengar do’aku, keikhlasan memang mempermudah segalanya. Semesta pun mengalunkan tasbihnya dalam ruang cinta yang akan segera kureguk. Pagi ini dan esok adalah dimensi yang berbeda, yang menyatukan dua perasaan untuk bersama melalui kehidupan yang t'lah menanti. Aku bahagia!

Comments

Popular posts from this blog

7 Unsur Budaya Desa Golat Kecamatan Panumbangan Kabupaten Ciamis

Karakteristik budaya (meliputi tujuh unsur kebudayaan) masyarakat di Dusun Golat Tonggoh, Desa Golat, Kecamatan Panumbangan, Kabupaten Ciamis. Dalam ilmu sosiologi, dimanapun kita berada, baik itu di lingkungan rumah maupun ketika kita melakukan kunjungan ke luar daerah, ke luar kota, bahkan sampai ke luar negeri, kita akan selalu menemukan tujuh unsur  ke budaya an   dalam masyarakat. Ketujuh hal ini, oleh Clyde Kluckhohn dalam bukunya yang berjudul Universal Catagories of Culture   (dalam Gazalba, 1989: 10), disebut sebagai   tujuh unsur kebudayaan   yang bersifat universal ( cultural universals ). Artinya, ketujuh unsur ini akan selalu kita temukan dalam setiap kebudayaan atau masyarakat di dunia. Unsur-unsur ini merupakan perwujudan   usaha   manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup dan memelihara eksistensi diri dan kelompoknya. Adapun yang menjadi karakteristik budaya di Dusun Golat Tonggoh adalah sebagai berikut : (1) Sistem religi dan upacara keagamaan. Kepercayaan m

Samakah Beban Kita??

Cucu Sudiana 2 Desember 2012 Suara malam kembali berdendang Di tumpukan batu-batu itu mereka bersembunyi Musim penghujan yang telah menyapa tanah selama berminggu-minggu masih setia mengalirkan keprihatinannya Naluri manusia yang berubah-ubah juga emosi yang meluap-luap tidak memberikan keuntungan yang berarti Apakah masih ada yang berkenan dengannya Seekor makhluk tanah yang populasinya mulai menurun akibat keegoisan manusia Ataukah memang suaranya tak senyaring dahulu? Tiada lagi memberi kehangatan bagi hamba Tuhan yang terlambat pulang Jenis makanan seperti apakah yang mereka telan setiap hari? Lalu cairan seperti apakah yang akan melanjutkan hidupnya? Pernahkah ia mengeluh? Tentang kemarau kemarin yang panjang.. Tentang penghujan yang memberikan banjir terhadap urat nadi Negara Kupikir mereka dapat terbang lepas ke angkasa Laksana kunang-kunang dan serangga lainnya Hidup tanpa beban dan hidup di dalam nadirnya Maka.. disaat bait hujan mulai

MATA-MATA KECIL (PART 3/END)

“Hanna..! Yohanna..! Cepetan bangun…! Kamu harus temenin aku!” Hanna mengucek matanya, pandangannya yang masih buram perlahan-lahan kembali jelas, ditangkapnya raut wajahnya yang pucat pasi. “Udah waktunya ya?” Hanna yang sudah menyanggupi permintaan temannya itu segera merapikan diri. Sapu usang dan perlengkapan lainnya yang mungkin dibutuhkan sudah lengkap dibawa. Perjalanan dari rumah Vallen menuju kampus terasa jauh dan lama, jalanan yang lengang menimbulakn suasana yang tidak mengenakan. “Kamu yakin Len? Sudah nyiapin mental kamu?” Bunyi hembusan yang cukup keras terdengar. “Aku siap dengan semua risiko yang mungkin datang..” “Baguslah kalo begitu..” Pintu gerbang kampus itu terlihat, cukup berjalan beberapa menit saja mereka berdua telah sampai di ruang UKM Teater. Ruangan itu tidak tampak seperti biasanya, base camp yang membesarkan nama mereka di kampus kini menyimpan beribu pertanyaan. “KLIK..!” Pintu ruangan itu terbuka, lampu terang yang menyinari selu