Skip to main content

Perempuan Tak Tersentuh

<br/><a href="http://oi40.tinypic.com/2mxew77.jpg" target="_blank">View Raw Image</a>

Ini tak seperti yang aku harapkan sebelumnya, memetik buah cinta dari perempuan yang belum pernah sekalipun aku sentuh. Sudah enam bulan lebih aku mengenalnya, dan selama itulah kedekatan kami berdua terjalin.
"Kak..."
Begitulah yang sering aku baca dalam pesan singkatnya untukku, ketika ia ingin memulai sebuah perbincangan panjang denganku. Sebenarnya aku masih ragu, perempuan yang sempat membohongiku dengan wajah orang lain itu masih terkesan hanya manis dalam tutur katanya saja, tanpa benar-benar ingin menunjukkan keberadaannya.
"Apakah aku egois? Hanya ingin menang sendiri? Salahkah jika aku begini?"
Sungguh... Ini sangat menyulitkanku, kisah cinta yang tidak sempurna ini entah akan bertahan sampai kapan? Banyak orang bilang bahwa penantian cinta itu manis dan romantis, namun tidak bagiku. Aku merindukan kisah cinta yang real!! Sudah lebih dari satu tahun aku menyelami hidup sendiri, semenjak lulus kuliah dan mendapatkan pekerjaan pertamaku aku memutuskan untuk mengakhiri sebuah hubungan dengan alasan 'long distance relationship' dan aku tidak siap jika harus melewati waktu tanpa tatapan matanya, atau tanpa gerak geriknya yang menenangkan, terkadang cinta itu harus dilepas jika kamu tak mampu menggenggamnya dengan sepenuh hati. Ternyata semua ketidakinginanku muncul kembali pada kisahku yang baru, perempuan mungil yang sering dipanggil Ifa telah mengajarkanku kesabaran, yang memang terkadang membuatku putus asa. Bagaikan menjalin cinta dengan seseorang yang tak nampak, tak pernah hidup di dunia ini kecuali jiwanya yang itupun masih selalu datang dan pergi dalam perasaanku.
Perempuan yang kukenal lewat social media ini awalnya adalah perempuan berwajah polos, gadis SMK kelas 3 yang kebanyakan dari foto-foto yang sering ia pakai sebagai display picture sebuah aplikasi chatting jarang memakai kerudung. Rambut panjangnya yang terurai sampai ke pundak selalu memenuhi pikiranku. Dia memang terpaut jauh dengan usiaku sekarang, sekarang ini aku sudah menginjak 24, sementara dia masih 18. Sepertinya tak menjadi masalah bagi dirinya terlebih diriku, hanya saja terkadang dia selalu menuntut perhatian yang lebih banyak. Ditengah-tengah kesibukanku mengajar di sebuah pondok pesantren terkemuka di daerah Banten, terkadang dia suka mempermasalahkan sikapku yang tiba-tiba menghilang setelah saling mengirim pesan, atau meninggalkan chatting begitu saja karena mendadak ada pekerjaan atau suatu hal yang harus segera dikerjakan. Hidup di lingkungan pesantren berarti kita harus siap selama 24 jam dekat dengan santri atau anak didik kita yang selalu ada saja tingkah laku mereka yang membutuhkan perhatian kita sebagai guru atau ustad untuk menyelesaikan permasalahan mereka, dan ini menjadi risiko dari apa yang telah aku pilih. Dari sinilah ketika aku pindah domisili dari Ciamis ke Tangerang dan tanpa sengaja menemukan perempuan dari dunia maya. Di tengah-tengah keputusasaanku, setelah beberapa bulan menjalin hubungan, rasa jenuh hadir kembali mengisi ruang kosong dalam hatiku, kita berdua masih tak dapat bertemu dengan alasan bahwa abi atau ayahnya melarang dia untuk berpacaran atau sekedar jalan dengan teman-temannya tanpa pengawasan orang tua.
Apakah mungkin? Di zaman sekarang, masih ada seorang perempuan yang ruang geraknya sangat dibatasi oleh kedua orang tuanya. Main ke tempat umum tak diberi izin, pulang sekolah langsung dijemput oleh abinya. Pada akhirnya, meskipun kedekatan kita sudah sangat spesial, berjuta cerita telah terbagi aku memutuskan untuk menyudahi saja hubungan tanpa pertemuan ini, karena percuma! Semua ini hampa!
JJJ
“Miss you.."
Sebuah pesan masuk dari salah satu aplikasi chatting, seseorang yang setelah beberapa minggu berpisah hadir kembali. Moodku memang berantakan, terkadang jika mengalami hal yang tidak suka maka secara langsung seolah-olah benci dengan hal tersebut, namun terkadang juga ketika mengalami hal yang nyaman, maka tak peduli apapun yang terjadi, aku akan menjaga kenyamanan itu. Hal itupun yang terjadi, setelah berpikir matang-matang bahwa hubungan kita selama ini tidak akan pernah mengalami kemajuan jika berjalan seperti ini terus, tak ubahnya aku seperti orang gila yang menginginkan bulan turun ke bumi, suatu hal yang tak'kan pernah terjadi jika keinginan tidak terlahir dari keduanya.Kata-kata manis itu kembali meracuni pikiranku, 
"Kangen kamu.." 
Dua kata yang sangat simpel ini mengubah keputusanku yang sebelumnya pernah berniat untuk tidak menghubunginya lagi, dan semua itupun dipermudah dengan sikap kekecewaan perempuan itu yang telah menghapus semua akun chatting dan akses berkomunikasi denganku. Di malam itu, ketika tak sengaja aku membuka kembali profil twitter perempuan bernama lengkap Ifa Khofifa Prawansyah itu, tetapi ada satu hal yang mengejutkanku, foto profilnya berubah.
"Siapa perempuan ini? Kenapa bisa seorang perempuan menggunakan foto perempuan lain di akun  twitternya?"
Sepintar-pintarnya orang menyembunyikan satu kesalahan, maka kesalahan itu sendiri yang akan menunjukkan wujudnya. Setelah panjang lebar aku menanyakan siapakah gerangan yang ada di dalam foto profil tersebut? Dengan penuh rasa bersalah ia meminta maaf dan menjelaskan bagaimana semua ini bisa terjadi. Menurutnya kesalahan ini berawal dari mulai perkenalanku di Wechatt, pada saat aku tak sengaja mencari teman menggunakan GPS. Foto Ifa yang aku kenal dulu, yang rambutnya panjang dan lurus, dan selalu fotogenic saat bergaya di depan kamera sebenarnya adalah foto temannya yang bernama Jihan. Dia menjelaskan katanya waktu itu ia sedang mengelabui seorang lelaki yang tak disukainya, dan hal ini terus berlanjut ketika ia mulai tertarik denganku sampai kita jadian dan akhirnya putus.
JJJ
“Congrats..!!”
Ucapan singkat aku kirimkan lewat sms setelah ku tahu bahwa kekasih mayaku ini telah lulus dari sebuah sekolah menengah kejuruan di daerah Kronjo, Banten. Aku pernah berjanji ingin mengirimkan sebuah buket bunga sebagai pertanda bahwa aku peduli terhadap kelulusannya, meninggalkan masa-masa SMA dan memulai sebuah kehidupan baru di bangku perkuliahan adalah hal yang menakjubkan. Aku pun pernah merasa demikian, menyimpan seragam putih abu dan berganti dengan pakaian sesuai yang kita inginkan. Dari sesuatu yang penuh aturan sampai dengan lingkungan pendidikan yang santai tapi serius perlahan mengubah segalanya. Semua dituntut mandiri.
“.............”
Tak ada jawaban, alamat yang aku minta hanya untuk sekedar memberi sebuah bingkisan bunga akhirnya harus aku lupakan. Setidaknya, ketika aku tahu kita berdua masih tak bisa bersua, saling pandang dan saling membaca perasaan lewat kedua mata, berharap aku masih bisa memberi perhatian kecil meskipun itu adalah hal sederhana. But it’s nothing! Aku hanya mampu mengelus dada tanpa berkata apa-apa, lagi-lagi aku menganggap ini adalah proses kesabaran, kesabaran yang mengantarkanku kepada perasaan tak karuan, kenapa sampai alamat rumah pun dia tak mau memberi? Setakut itukah? I really never knew.
JJJ
“Sayang aku diterima!”
Pesannya di malam itu begitu bersemangat, aku menangkap kegembiraan dalam tutur katanya. Ia panjang lebar menceritakan keputusannya mengambil study di bidang kesehatan, atau lebih spesifiknya dia memilih untuk jadi bidan untuk masa depannya. “Bidan? What?” Aku memutar kembali memory-ku, saran-saranku kemarin enggan didengarnya, ketika ia bingung untuk memilih sekolah tinggi untuk menunjang karier, aku sempat mengusulkan untuk menempuh pendidikan S1 di Fakultas Pendidikan, dengan harapan ketika dia lulus nanti kita bisa bersama-sama membangun rumah romansa cinta dalam satu lingkungan kerja. Namun harapanku ternyata berbeda, dia berminat menjadi bidan atas saran dari abinya tercinta, katanya bidan adalah salah satu profesi yang sangat dibutuhkan di daerahnya. Aku semakin penasaran, lingkungan yang bagaimanakah dirinya ti nggal? Atau minimal aku bisa memperkirakan seberapa jauhkah jarak yang harus aku tempuh untuk mencarinya saat aku merindukannya.
Bukan jalanan seperti di Venice yang aku tempuh, dan bukan kendaraan yang akan melindungiku dari panas dan hujan, menembus debu dan asap kendaraan yang kental sekali dengan karbondioksida, aku melaju dengan motor tuaku menuju sebuah tempat bernama Kronjo. Aku nekad, atas dasar penasaran dan mungkin karena aku bosan seperti ini terus. Ternyata jarak yang aku tempuh cukup jauh dari keberadaanku, sekitar satu jam lebih barulah aku sampai di sebuah gapura yang bertuliskan “Selamat Datang di Desa Kronjo”, senyumanku mengembang, aku terhenti di depan gapura dan sempat memotret gapura tersebut, sebagai bukti bahwa aku benar-benar datang untuknya, langsung ku kirimkan saja gambarnya lewat salah satu aplikasi chatting yang sering aku gunakan.
Sembari aku menunggu balasan tanpa sadar aku dikejutkan oleh sebuah mobil pengangkut bahan bakar minyak yang tiba-tiba mundur, aku yang sedang menghentikan motorku di pinggir jalan kupaksa mundur dengan cepat, alhasil kakiku tersayat standar motorku sendiri sampai mengeluarkan darah. Dengan merasakan perih aku mencari tempat yang pas untuk membersihkan lukaku dan sekedar memarkirkan motorku di tempat yang aman. Tibalah aku di depan sebuah mesjid yang letaknya tidak jauh dari gapura, kucari tempat wudhu dan mengguyurkan air ke daerah keluarnya darah. Ada sebuah pesan yang masuk, tebakanku benar, dia sedikit terkejut dengan kedatanganku ke daerahnya. Ku cari nomor telponnya dan langsung kuhubungi.
“Tuuuuttt......tuuuuttt....”
Hanya itu yang aku dengar berkali-kali, nampaknya ia tak mau mengangkat panggilan telponku. Ini tak seperti biasanya yang malahan dia sendiri yang memintaku untuk menemaninya untuk sekedar berkeluh kesah. Apakah situasinya kurang tepat? Ataukah aku terlalu lantang datang ke daerahnya?? Owh please...!! Ini hanyalah keinginan kecilku dan memang harapan terakhirku dengannya. Aku seperti mengemis-ngemis meminta alamat rumahnya, tanpa sedikit ia gubris, merasa bersalah pun sepertinya tidak. Pikiranku melayang-layang lagi, kemungkinan negatif yang bisa saja terjadi seperti dia ternyata membohongiku lagi, atau mungkin selama ini dia hanya mencari hiburan dengan mencari teman di dunia maya yang seolah-olah menjadi realita, atau pikiran yang lebih parahnya lagi ia sudah punya suami?? Owh God!! Maafkan aku jika harus punya prasangka yang menjijikan seperti ini. Aku hanya terlanjur putus asa.
JJJ
Entah apa yang terjadi hari ini? Ini adalah puncak dari kejenuhanku selama ini. Sudah tiada lagi rasa, dan sudah tiada lagi harapan yang biasanya aku bendung untuk menunggu saat-saat pertemuan yang begitu berarti bagiku. Plin-plan adalah kata yang tepat untuk menggambarkan sosok diriku yang sebenarnya, kadang A kadang B dan kadang C, hidup memang piihan, tetapi mengapa selalu pilihan ini yang kemudian datang menghampiriku.
Apa artinya cantik? Bila cantiknya itu tak mampu kulihat dengan utuh! Hanya sebatas bayang-bayang yang membias dalam pandanganku. Apa artinya kesetiaan? Bila penantian itu terlalu lama dan memakan waktu hingga memakan usiaku. Lagi-lagi ini adalah sebuah pelajaran bagiku, dunia maya adalah dunia yang semu, terkadang ada batas yang harus kita sadari bahwa hidup itu tak selamanya indah seperti kata-kata mutiara dan seperti kicau burung yang terdengar di pagi hari. Dunia maya dan realita mempunyai ruang hidup yang berbeda, ia dekat namun hanya ada dalam angan-angan saja, ia bisa berubah menjadi apa saja, wujud mana saja, lelaki atau perempuan, nice girl or bad girl, tak pernah aku tahu sosok real tersebut, dia hanyalah perempuan yang tak tersentuh, yang sempat menemaniku dalam pencarian cinta sejatiku yang belum aku temukan.

JJJ

Comments

  1. Pengalaman Pribadi ya a ni teh???Good..
    Pencarian Cinta yang Menggugah hati a,,hehe
    Semoga Allah Segera mempertemukan jodoh yg sesuai dan terbaik a,,salam..blogger...

    ReplyDelete
  2. Ciyeee... :') great!!! Uhuk* kayaknya realty story yaaa tad, seneng nulis juga ya tad? Ditunggu deh kisah kisah nya, the continue from perempuan talk tersentuh :p *TwoThumbs*

    ReplyDelete
  3. Alma : Sedikit curhat mengenai susahnya nyari cinta sejati..he
    Sarah : Iya, kalo ada waktu luang pasti nulis..

    ReplyDelete
  4. Wios a seueur oge te naon naon...hehe

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

7 Unsur Budaya Desa Golat Kecamatan Panumbangan Kabupaten Ciamis

Karakteristik budaya (meliputi tujuh unsur kebudayaan) masyarakat di Dusun Golat Tonggoh, Desa Golat, Kecamatan Panumbangan, Kabupaten Ciamis. Dalam ilmu sosiologi, dimanapun kita berada, baik itu di lingkungan rumah maupun ketika kita melakukan kunjungan ke luar daerah, ke luar kota, bahkan sampai ke luar negeri, kita akan selalu menemukan tujuh unsur  ke budaya an   dalam masyarakat. Ketujuh hal ini, oleh Clyde Kluckhohn dalam bukunya yang berjudul Universal Catagories of Culture   (dalam Gazalba, 1989: 10), disebut sebagai   tujuh unsur kebudayaan   yang bersifat universal ( cultural universals ). Artinya, ketujuh unsur ini akan selalu kita temukan dalam setiap kebudayaan atau masyarakat di dunia. Unsur-unsur ini merupakan perwujudan   usaha   manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup dan memelihara eksistensi diri dan kelompoknya. Adapun yang menjadi karakteristik budaya di Dusun Golat Tonggoh adalah sebagai berikut : (1) Sistem religi dan upacara keagamaan. Kepercayaan m

Samakah Beban Kita??

Cucu Sudiana 2 Desember 2012 Suara malam kembali berdendang Di tumpukan batu-batu itu mereka bersembunyi Musim penghujan yang telah menyapa tanah selama berminggu-minggu masih setia mengalirkan keprihatinannya Naluri manusia yang berubah-ubah juga emosi yang meluap-luap tidak memberikan keuntungan yang berarti Apakah masih ada yang berkenan dengannya Seekor makhluk tanah yang populasinya mulai menurun akibat keegoisan manusia Ataukah memang suaranya tak senyaring dahulu? Tiada lagi memberi kehangatan bagi hamba Tuhan yang terlambat pulang Jenis makanan seperti apakah yang mereka telan setiap hari? Lalu cairan seperti apakah yang akan melanjutkan hidupnya? Pernahkah ia mengeluh? Tentang kemarau kemarin yang panjang.. Tentang penghujan yang memberikan banjir terhadap urat nadi Negara Kupikir mereka dapat terbang lepas ke angkasa Laksana kunang-kunang dan serangga lainnya Hidup tanpa beban dan hidup di dalam nadirnya Maka.. disaat bait hujan mulai

MATA-MATA KECIL (PART 3/END)

“Hanna..! Yohanna..! Cepetan bangun…! Kamu harus temenin aku!” Hanna mengucek matanya, pandangannya yang masih buram perlahan-lahan kembali jelas, ditangkapnya raut wajahnya yang pucat pasi. “Udah waktunya ya?” Hanna yang sudah menyanggupi permintaan temannya itu segera merapikan diri. Sapu usang dan perlengkapan lainnya yang mungkin dibutuhkan sudah lengkap dibawa. Perjalanan dari rumah Vallen menuju kampus terasa jauh dan lama, jalanan yang lengang menimbulakn suasana yang tidak mengenakan. “Kamu yakin Len? Sudah nyiapin mental kamu?” Bunyi hembusan yang cukup keras terdengar. “Aku siap dengan semua risiko yang mungkin datang..” “Baguslah kalo begitu..” Pintu gerbang kampus itu terlihat, cukup berjalan beberapa menit saja mereka berdua telah sampai di ruang UKM Teater. Ruangan itu tidak tampak seperti biasanya, base camp yang membesarkan nama mereka di kampus kini menyimpan beribu pertanyaan. “KLIK..!” Pintu ruangan itu terbuka, lampu terang yang menyinari selu