Skip to main content

Bukan Kamu Orangnya!!!



Penulis                       : Cucu Sudiana
Tanggal Penulisan           : 18 Juli 2010

Malam dingin diatas bukit membuat bulu tangan seorang perempuan berproporsi ideal berdiri kaku. Secangkir kopi hangat aroma jahe menemani kontak mata perempuan itu dengan pucuk-pucuk daun pohon pinus. Perkemahan diatas bukit Gunung Sawal Kota Ciamis yang sudah berlangsung selama dua malam. Api unggun ditengah perkemahan itu cukup membuat hangat, meskipun seringkali angin membelokan arah radiasi itu.
“Akhirnya…. kini aku mengerti… apa yang ada dipikiranmu selama ini..”
Suara lelaki berjaket tebal itu semakin menghangatkan suasana dikala orang lain sedang terbuai mimpi dan dicumbui khayalan-khayalan yang terbang diatas pikiran mereka. Petikan gitar yang ia mainkan membuat lagu d’Masiv yang saat itu sedang hits menjadi lebih syahdu.
“Kau hanya ingin.. permainkan perasaanku..
  Tak ada hati.. tak ada cinta……”
Perempuan yang sejak tadi duduk membelakangi api unggun mulai ikut bernyanyi dan beranjak dari tempatnya mendekati lelaki yang masih memainkan senar gitar tersebut.
“Ekh, Tami.. My Ladies.. bawa apaan tukh?? Wangi banget, bagi donk..!”
Azriel menghentikan jarinya, dan meraih cangkir yang Tami pegang, lalu meneguknya.
“Wakh mantap nich..!”
Cangkir yang masih mengepulkan asap dan aromanya kembali berada di tangan Tami.
“Ya.. Iyalah siapa dulu yang bikin.. Ta.. Mi..!”
Tami menepak-nepakkan dadanya dengan tangan kanannya sambil tersenyum. Azriel mencubit pipinya lalu merangkul dan keduanya merapat, tak ada celah diantara mereka. Kedua pasang mata mereka tertuju pada tarian api yang terus menggerogoti kayu kering yang berdiri bersenderan.
“Zriel.. jangan tinggalin aku yach!!”
Azriel mengalihkan perhatian, matanya menatap wajah Tami.
“Apa aku pernah selingkuh?? Apa aku pernah nyakitin kamu??”
Tami meneguk kopi dengan perlahan.
“Ng’gak sich.. Cuma kayaknya aku udah gak bias lepas dari jeratan kamu..!”
“Haha.. jeratan?? Emanknya kamu itu binatang..!
  Ada-ada aja.. Tami.. Tami..!”
Sesimpul senyuman dan satu kecupan mendarat di kening Tami. Namun dibalik gelap malam itu ada satu emosi yang tak teredam , kegilaan yang membuncah di otaknya, meraung-raung merencanakan perihal yang bisa menghitamkan hati.
“Udah larut malam Mi, temen-temen yang lain udah pada tidur, sebaiknya kita kembali ke tenda masing-masing!!”
“Iya, gak enak juga udah larut malam gini kita masih berdua..”
Tami lalu tertawa, keduanya tertatih bergerak-gerak meregangkan otot. Tiga tenda perempuan yang mengelilingi api unggun membentuk setengah lingkaran, tiga tenda lelaki melengkapi setengah lingkaran lainnya. Angin malam yang berhembus melewati kulit mereka mengantarkan suatu pertanda buruk ke pikiran mereka.
“Zriel, perasaanku kok ng’gak enak gini yach?”
Tami mengusap-usap pundaknya,pintu tenda didekatnya berayun-ayun diterpa angin. Didalam tenda itu tak ada seorang pun, teman perempuan lainnya tidur di tenda lainnya.
“Mungkin perasaan kamu aja kali.. Ya udah kalo githu, aku temenin sampe kamu tidur yach..!! Kasian juga kamu sendirian disini, apa perlu aku panggilin temen kamu buat pindah tidur ke sini??”
“Ng’gak usah-ng’gak usah.. Kasian n’tar keganggu lagi..
  Gak apalah aku tidur sendiri,tapi kamu tungguin aku dulu yach sampe aku tidur..!!”
Gigi putih Tami mengiringi tawa yang keluar. Keduanya masuk ke dalam tenda, Tami memasukan tubuhnya ke dalam selimut tebal halus yang terbuat dari benang wool, dan mulai menjatuhkan kepalanya di atas bantalan kapas yang tersusun rapi, Azriel duduk disampingnya sambil terus memandang wajah kekasihnya yang benar-benar elok.
“Aku sebenarnya juga takut kehilangan kamu Mi.. Banyak cowo’ yang nekad buat dapetin hati kamu. Beruntungnya aku..”
Jarum jam di tangan kanan Azriel telah berputar beratus-ratus kali, virus kantuk mulai menyerang Azriel, berkali-kali ia terus menguap. Tami yang sudah mulai tenang dengan tidurnya nafasnya sedikit  teratur, dan itu menandakan Azriel sudah bisa beranjak ke tendanya dan menyusul mimpi indahnya yang tertunda. Azriel menaikan selimut,kini tubuh Tami sudah tertutup rapi. Ia kemudian keluar dari tenda, entah kenapa ada firasat buruk yang terlintas.
“Huftttt….huft……”
Tiba-tiba saja dari belakang tenda muncul lelaki bertopeng, langsung mendekapnya dan menempelkan sapu tangan beraroma tajam ke arah hidung Azriel, Azriel yang tak sempat melihat secara jelas dan tak bisa mengelak langsung melemah dan terjuntai diatas tanah tanpa ingatan.
“MAMPUS LHO….!!!!”
Lelaki bertopeng itu berserapah sambil sesekali menendang perut Azriel. Ia kemudian masuk ke tenda dan melakukan hal yang sama kepada Tami. Tami hanya mengerang kecil, namun dalam kondisinya yang sedang tertidur pulas membuat Tami tidak bisa berbuat lebih. Lelaki bertopeng itu kembali terkekeh dan tertawa puas dalam hati.
JJJ
Pagi yang bersenandungkan kicauan burung dengan wewangian kuncup-kuncup daun yang baru saja tumbuh itu seketika memanas dengan adanya pemandangan tak sedap dari kedua pasangan Azriel dan Tami, di balik tenda perempuan itu, yang mana semalam tadi Tami tertidur pulas dengan perasaan tenang, namun sekarang ia terbangun dengan rasa hancur  yang beriringan beribu-ribu pertanyaan yang sulit dijawab. Ia terbaring tanpa sehelai kain pun diatas tubuhnya, dan yang paling mengejutkan, kekasih dambaanya tengah berada disampingnya dalam keadaan yang sama. Ia menatap nanar dirinya, gunjingan mulai keluar dari mulutnya. Nampak mata Azriel yang masih menutup, Tami tak bisa menahan buruan nafasnya, ia lalu menampar keras Azriel hingga Azriel terbangun dalam keadaan heran pula. Azriel langsung mencari pakaian, namun ia tak dapat menemukannya. Bola mata Tami yang memancarkan amarah dan rasa benci mulai memberontak, ia memukul-mukul Azriel dan mendorongnya sampai terlempar ke luar tenda, beberapa pasang mata yang menyaksikan kejadian pagi itu menundukan wajah mereka, Azriel langsung berlari ke dalam tenda miliknya, ia tahu bahwa dirinya kini dalam keadaan hina, namun belum bisa dipastikan kejadian yang sebenarnya itu seperti apa??.
Tami duduk gemetaran berbalut selimut tebal yang terus digenggamnya kuat-kuat, teman perempuan yang langsung memenuhi tenda itu mulai menanyakan keingin tahuan mereka atas apa yang terjadi. Tami memandang teman-temannya dengan himpitan rasa malu, bingung dan tak mengerti pula mengapa semua ini bisa terjadi.
“TAMIIIIIIIIII…….”
Perempuan yang berada paling dekat dengan Tami menjerit histeris, teman kesayangannya terkulai lemas berhiaskan wajah pucat pasi.
JJJ
Di pagi yang tenang itu, saat Azriel sedang bersandar pada sebuah pohon yang teduh berhadapan dengan kolam yang jernih airnya. Ia melemparkan batu kerikil ke dalam kolam, terlihat gelombang longitudinal seakan-akan berputar dan berlomba untuk lari ke tepian. Ia lalu melemparkan kembali batu kerikil yang sama besarnya namun tak ada jejak yang tersisa, batu kecil itu masuk ke air begitu saja dan tenggelam dari permukaan, tak ada gelombang dan tak ada suara sedikitpun. Azriel mengerutkan keningnya. Ada bunyi langkah yang tidak teratur, sebelah kaki yang digusur membekas tanah, ia meronta-ronta kepada Azriel,Azriel mengalihkan perhatiannya melihat dengan tajam sekujur tubuh perempuan yang kini didekatnya, kumal, lusuh dan kotor berwajah cemong dan mengeluarkan bau yang tak sedap. Ada yang mebuat ganjil, saat Azriel menatap dua bola mata perempuan lusuh itu ia langsung dapat memastikan bahwa perempuan yang sedang bersamanya itu adalah Tami.
Tami pun tersenyum, namun senyuman itu berangsur-angsur hilang, hanya menyisakan kemarahan yang tak terbendung.
“TEGA YACH ELO NGELAKUIN HAL YANG GAK WAJAR SEPERTI INI,,DASAR COWOK BRENGSEK!!!”
Sebuah tamparan kuat mendarat di pipi kiri Azriel.
“BUKAN AKU… TAMI……!!!!!!!!”
Azriel membuka mata dan langsung membasuh wajahnya untuk membuang sisa mimpi buruk yang akhir-akhir ini sering dialaminya. Rasa bersalah dan bingung belum saja hilang dari ingatan. Sudah sebulan  lepas dari kejadian itu, Tami masih menyembunyikan wajahnnya, ia tidak mau bertemu dengan orang yang saat ini dibencinya yaitu kekasihnya sendiri. Berkali-kali Azriel menjenguk ke rumahnya, namun Tami selalu saja menolak pertemuan itu. Rupanya kejadian tempo hari menjadi sebuah rahasia yang akan selalu dijaga di hadapan keluarganya.
Secangkir kopi panas  berada di genggaman Azriel, udara pagi yang ia hirup masih saja terasa hampa. Azriel menatap dalam-dalam isi cangkir tersebut dan sekilas terlintas kembali bayangan Tami, aroma kopi itu mengembalikan ingatan di malam perkemahan.
“KRIIIIINNNGGGGGG……!!!!!!!”
Telepon di rumah seketika berdering, Azriel meletakan cangkir di sebelah telepon.
“HALO..”
“HALO ini Azriel..???
  Gila Zriel, pokoknya loe harus datang sekarang juga ke rumah gue!!”
Terdengar suara Randy yang berada di ujung telepon, temen paling deketnya Azriel yang sekaligus juga temen satu perkemahan dulu.
“Iya.. iya.. tapi untuk apa??”
“Akh kebanyakan nanya loe!! Nanti loe juga tau sendiri dech, kalo udah kesini!!”
“Ya udah dech, beberapa menit lagi gue ke rumah loe!!”
Telepon ditutup, kopi panas yang masih penuh itu Azriel tinggalkan. Rasa penasaran menjalar dipikirannya.
Honda Jazz merah terparkir di halaman sebuah rumah minimalis, rumput hijau dan beberapa tanaman yang tumbuh dengan suburnya mewarnai indahnnya rumah tersebut. Azriel kemudian turun, dan mengetuk pintu masuk, tak lama kemudian Randy pun datang.
“Akhirnya loe datang juga!! Ayo masuk, kita langsung aja ke kamar gue!!”
Azriel masih menatap seisi rumah yang teramat sepi.
“Loe liat nich..!”
Randy memberikan laptopnya, terpangpang jelas dalam monitor dua tubuh yang berselimut tengah berpelukan, namun keduanya nampak saling memejamkan mata. Mata Azriel melihat dengan jelas, mulutnya tak dapat menyembunyikan rasa kaget dan tidak percayanya itu.
“Ini kan gue sama Tami!! Darimana loe dapetin foto ini..?”
“Justru itu Zriel gue nyuruh loe kesini, gue dapetin foto loe ini dari sebuah website. Tadi kan gue lagi nyari bahan buat tugas, secara ng’gak sengaja gue masuk ke website ini dan dapetin foto loe!!”
“Berarti bener dugaan gue, ada yang pengen ngejebak gue berdua, soalnya kan gue udah pernah bilang sama loe, kalo waktu gue mau pindah ke tend ague, tiba-tiba dari belakang serasa ada yang membekap gue, dan tau-taunya gue sadar dengan keadaan hina kayak githu,, Arrgghhh…!”
Tangan Azriel memukul lantai dengan keras, hingga kepalnya memerah.
“Tenang Zriel, yang harus kita pikirkan sekarang adalah siapa yang masukin foto loe ini kedalam website, bisa bahaya kan kalo temen kampus kita pada lihat foto ini!! ”
“Bener juga..!! Kalo sampai gue ketemu ma orangnya, udah gue habisin di tangan gue!!”
JJJ
Sebuah bunga terlempar dari jendela kamar Tami, Tami yang saat itu sedang menonton acara musik sambil bernyanyi-nyanyi kecil mengambil bunga itu, dan menengok keluar jendela.
“Hai Tami..!!”
Suara lelaki yang agak serak itu memanggil Tami. Rambut gondrongnya menutupi sebelah mata dan celana jeansnya robek dibagian lutut. Tami lalu keluar rumah dan menghampirinya. Bunga yang tadi diambil dari balik jendela ia tebaskan ke dada Erdo.
“Ambil nich bunga loe..!!”
“Lho, kenapa?? Kamu gak suka?? Apa kurang banyak??”
Erdo menaikkan kedua tangannya setinggi bahu.
“Kenapa loe bilang??
  Apa loe gak sadar, gue kan udah bilang gue gak suka sama loe!!
  Loe’nya aja  yang ke-Geeran, tiap hari datang ngasi bunga!!
  Loe jadi orang maksa banget sich..!!”
Tami berontak dengan kata-katanya, kekesalannya memuncak terhadap lelaki yang satu ini.
“Sebaiknya loe pulang dech, sebelum gue teriak sekenceng mungkin buat manggilin orang buat ngegebugin loe!!”
“Ok..!! Tapi inget gue gak akan pernah ngelepasin loe!! Apalagi kalo sampai loe jatuh ke tangan orang lain”
Tatapan mata Erdo sangat tajam, ada sedikit getaran yang menakutkan Tami. Kata-kata terakhirnya begitu menusuk dalam-dalam.
“PRRRRAAAAAAANNNNNNGGGGG……..!!!!!!!!”
Piring yang dipegang Tami terjatuh, Luna yang memperhatikan kelakuan Tami belakangan ini menggeleng-gelengkan kepala.
“Ya ampun Tami.. akhir-akhir ini kok kamu sering ngelamun sich?? Udahlah Mi, orang seperti Azriel itu jangan dipikirin, sebaiknya loe buang jauh-jauh dech..!”
Luna menghampiri Tami, dan ikut membantu membereskan sisa kaca di lantai. Tami masih saja bungkam, semenjak kejadian itu ia lebih memilih untuk tidak banyak bicara.
Sikap loe tukh dah berubah 180°, beda banget sama Tami yang dulu, Tami yang ceria.. Tami yang selalu nyanyi-nyanyi, akh.. gue jadi serasa kehilangan loe meskipun loe ada..!”
“Maafin gue Lun, mungkin buat saat ini gue masih belum bisa kayak dulu lagi,gue masih butuh banyak waktu buat mengembaikan semuanya..”
Luna mengangguk perlahan sambil tersenyum.
“Gue ngerti kok..! Gue Cuma khawatir aja sama loe.. Takutnya loe kenapa-kenapa githu..??”
“Adukhhh….!”
Serpihan kaca yang ada di tangan Tami kembali terserak, Tami memejamkan mata, kedua tangannya memegang kepala.
“Kenapa Mi??”
“Gak tau nich, tiba-tiba pusing, mual lagi.. Gue ke toilet bentar yach!”
“Heran?? Tami itu sebenernya kenapa yach?? Apa jangan-jangan?? Akh ng’gak-ng’gak.. ng’gak mungkin.. Pasti dia lagi gak enak badan.”
Luna membuang jauh-jauh pikiran negatifnya, ia lalu melanjutkan membereskan sisa kepingan kaca yang masih banyak berserakan di lantai.
Air yang keluar dari keran kamar mandi itu menimbulkan bunyi bising di telinga. Tami yang muntah-muntah karena mual mencoba menenangkan dirinya.
“Perasaan gue kok gak enak gini yach??
  Tunggu-tunggu udah sebulan gue gak haid, apa mungkin gue??”
Keringat dingin mulai keluar, kecemasan semakin melanda.
“Tapi apakah mungkin, seorang Azriel yang gue kenal orangnya asyik, gak pernah macem-macem tega ngelakuin ini sama gue?? Dukh…. Tapi udah jelas-jelas pagi itu…”
“Tami….!! Loe ng’gak apa-apa kan??”
“Ekh, iya Lun, gue baek-baek aja kok!!”
“Ya Tuhan.. jangan biarkan ketakutan ini melandaku..!”
JJJ
“Tok-tok-tok-tok-tok”
Detak jarum jam dikamar Tami semakin menegangkan suasana. Tespek yang dipegangnya, seakan-akan berubah menjadi boomerang yang siap menghancurkan segalanya. Kehidupan harmonis di keluarganya menjadi ketakutan terbesar baginya. Orang tua Tami yang mendidik dengan sangat baik dan beberapa petuah tentang pentingnya menjadi seorang perempuan. Pelan-pelan ia balikan tespek yang sejak keluar dari kamar mandi tadi dibalikannya. Waktu seakan berhenti tatapan mata Tami tak bisa lepas dari isyarat yang diutarakan benda yang dipegangnya itu. Gejolak emosi merasuk, marah, sedih, dan kalut semua bersarang di otaknya. Dilemparkannya tespek ke arah dinding, Tami memeluk lututnya dan cairan basah mulai dari matanya mulai turun.
“Ini ng’gak mungkin..!”
JJJ
“Randy, gue dapetin datanya!!”
Azriel yang sedang sibuk mengutak-atikan tangannya diatas keyboard berseru. Siang diatas gedung kampus itu yang diringi angin yang menghempaskan gerah di kedua tubuh lelaki itu sedikit memberikan titik terang setelah berhari-hari mereka mencari informasi kesana-sini untuk mengetahui siapa orang yang sudah berbuat fatal itu.
“Serius Loe Zriel!! ”
Randy menggeser posisi duduknya mendekati Azriel.
“Coba Loe lihat ini, ada email yang masuk dari temen gue yang kerja dibidang informasi, orangnya canggih banget, setiap hari matanya gak lepas tuch dari yang namanya layar monitor.”
“Jadi orang ini yang masukin foto loe ke internet, saraf tukh orang!!
Lelaki berambut gondrong dengan mata yang sayup yang tertera bersamaan dengan datanya di monitor diumpat Randy abis-abisan. Azriel mengepalkan tangannya, mulutnya tertutup rapat, meskipun dbalik lidahnya tersimpan sumpah serapah yang muncul begitu saja
“Ekh Zriel, gimana kalo sekarang kita temuin Tami langsung ke rumahnya, dengan bukti yang udah jelas-jelas kayak gini dia pasti bisa ngertiin posisi loe sekarang!!”
“Gue masih ragu Ran, apa mungkin dia bisa percaya ma kita?? Terus kalo dia malah marah besar gimana..?”
“Alah… Loe banyak takutnya, Udahlah.. Udah seharusnya kita akhiri kesalahpahaman ini, biar semuanya clear!!”
Randy menutup laptopnya, dan berdiri sambil menarik lengan baju yang Azriel kenakan.
“Okei.. Okei..!!”
Azriel kemudian bangun, ia membesarkan nyalinya dan memberanikan diri untuk mengatasi ketidakmampuannya. Honda Jazz merah yang berada di ujung gedung itu melesat menuju rumah Tami yang jaraknnya agak lumayan jauh dari kampus.
“Loe bantu gue buat ngomong yach..!!”
Azriel melirik sekejap lalu memfokuskan laju kendaraannya lagi.
“So pasti’lah, loe tenang aja, gue bakalan bantu loe sampe titik darah penghabisan.. haha!!”
Randy tertawa lepas, topi yang ia kenakan diputar balik menyerupai penyanyi Rapp.
“Gila.. emanknya kita ini mo perang!!”
“Emank iya, perang mulut!!”
Keduanya tertawa terbahak, meskipun ada sedikit kekhawatiran. Waktu berjalan begitu cepat, debaran di jantung Azriel semakin meninggi.
“Ckiiiiiiitttttttttt………”
Tiba-tiba saja Azriel mengerem mobilnya.
“Kenapa sich loe? Kita berhenti aja didepan rumahnya, ini kejauhan..!”
Randy sedikit protes dengan kelakuan Azriel.
“Berisik lho.. Lihat tukh..!”
Dari jarak beberapa meter terlihat Tami sedang berada di halaman rumahnya dan didekat keberadaannya ada seorang lelaki yang berpakaian agak selengean, namun wajahnnya tidak Nampak secara jelas karena posisinya yang membelakangi.
“Tami lagi ngomong ma sapa tukh?? Kayak preman..”
Randy mendekatkan wajahnya ke arah kaca.
“Ekh lihat-lihat, cowok itu megang-megang tangan Tami, kelihatannya Tami agak berontak!!”
Pintu mobil dbukanya, Azriel sudah keluar duluan meninggalkan Randy yang masih berbicara.
“LEPASIN..! NGAPAIN SICH LOE BALIK LAGI KESINI..!!!”
Tami mulai agak teriak. Azriel dan temennya yang bertopi itu semakin mempercepat langkahnya.
“LEPASIN NG’GAK!!!!!!!!”
Azriel bicara lantang ke arah lelaki yang masih membelakangi itu. Wajah dibalik rambutnya yang gondrong kini terlihat. Dan matanya melotot dan menatap tajam ke arah Azriel. Tanpa disadari kedua pasang mata Azriel pun ikut membulat.
“Zriel dia orangnya!! Wajahnya sama persis dengan orang yang nikam loe!!”
Kedua lelaki yang sudah saling mengepalkan tangannya kini saling dekat. Tami masih kebingungan dengan apa yang terjadi, ia lalu menjauh dan mendekati Randy.
“Ekh anak kecil ngapain loe ganggu urusan orang, jangan sampe gue harus berbuat lebih buat ngusir loe!!”
“Gue gak akan pergi sebelom loe duluan yang melangkahkan kaki dari tempat ini!!”
“Cuihhh..”
Lelaki gondrong itu membuang ludahnya, dan dengan cepat melemparkan hantaman tangannya ke pipi Azriel, Tami menjerit, Azriel tak sempat mengelak, akibatnya rasa linu ditulang pipinya muncul. Azriel geram dan kembali melakukan hal yang sama kepada lelaki itu, namun lelaki itu pandai mengelak dan tak ada satu pun pukulan yang mendarat di tubuhnya. Dengan sangat keras, lelaki berotot itu menancapkan pukulnya kembali tepat ke arah perut. Azriel hanya bisa merasakan pahitnya air mata karena tidak bisa berbuat apa-apa, darah menyembur dari mulutnya, pandangan berubah menjadi berkunang-kunang. Namun dengan daya yang masih tersisa Azriel menebaskan kedua tangannya. Lagi-lagi Tami menjerit dan sebagian orang mulai banyak yang berdatangan, penghuni rumah yang mendengar kegaduhan tersebut pun keluar dari rumah, dan mulai bertanya-tanya tentang penyebab hal yang kini dilihatnya.
“Udah loe sebaiknya tiduran di rumah kayak bayi-bayi berumur lima tahun”
Lelaki itu berbicara, ketika kedua tangan Azriel berhasil ditangkap, dan Azriel tak bisa berbuat lebih. Hantaman dari kepala lelaki itu menjatuhkan Azriel diatas tanah. Randy tidak bisa berbuat apa-apa karena melihat kondisi lelaki itu yang lebih menguntungkan, besar dan kekar. Tami hanya menangis melihat keadaan Azriel yang semakin terpuruk, ketika segumpal darah mulai mengalir dari pelipis dan hidungnya menyusul darah yang sudah keluar duluan dari mulutnya. Lelaki gondrong itu tertawa puas.
“Sok jagoan loe!!! Rasain nich kenang-kenangan gue yang terakhir!!”
Lelaki itu mengapungkan tinju dari tangan kanannya. Cepat-cepat Tami mendekat dan menahan tinju lelaki yang sudah sejak lama dikenalnya. Randy yang memanfaatkan keadaan, langsung mengambil pot tanaman yang terbuat dari tanah liat yang ukurannya agak besar dan menghantamkannya ke arah lelaki itu.
“BBRRUUUKKKKK…….!!!!!”
Lelaki yang sering dipanggil Erdo itu ambruk seketika saat benda berat menyentuh punggungnya.
JJJ
Setahun sudah berjalan. Bayi yang dipegang oleh seorang lelaki itu tertawa dengan manisnya, bayi perempuan yang terlahir dari ketidaksengajaan, perilaku seorang lelaki yang tak bertanggungjawab.
“Sayang… kamu dimana??”
Perempuan yang baru selesai mandi dan berpakaian anggun itu memanggil namanya.
“Saya di lantai atas!”
Pandangan taman yang begitu sejuk, tercium wewangian bunga yang baru bermekaran. Setiap pagi lelaki itu berdiri di lantai teratas dari rumahnnya, sinar mentari yang begitu hangat selalu beriringan dengan senyum bayi manis yang selalu ia peluk. Tak lama kemudian perempuan yang tadi memanggil sudah hampir dekat dibelakangnya.
“Aku gak nyangka ternyata bukan kamu orangnya Zriel, untunglah lelaki biadab itu telah dijatuhi hukuman penjara sumur hidup, tapi apakah aku bisa membalas kebaikan hati kamu??”
Setitik air mata jatuh, ia kembali teringat dengan masa lalunya yang sangat kelam, terakhir kalinya ia mendengar kata maaf dari mulut seseorang yang sama sekali tidak berguna, karena tidak ada kesalahan yang dilakukannya. Hanya do’a yang mampu Tami ucapkan di setiap detik, dan di setiap perjalanan hidupnya. Tami tiba-tiba terkejut melihat orang yang ada di balik sinar matahari itu yang sedang tersenyum dan melambaikan tangannya. Tubuh Tami bergetar, dan sesosok tangan menyentuh lembut pundaknya, dan menepuk-nepukannya.
Randy tersenyum melihat orang yang sangat dikasihi oleh temannya itu kini menjadi belahan hatinya. Bukan berarti ia telah merenggut kebahagiaan orang lain, ia hanya meneruskan cinta tulus dari orang yang telah lebih dulu dipanggil Tuhan.
“Gue janji Zriel. Gue gak akan pernah nyakitin orang yang selama ini loe cintai, gue akan jaga baik titipan berharga loe ini..”

Comments

Popular posts from this blog

7 Unsur Budaya Desa Golat Kecamatan Panumbangan Kabupaten Ciamis

Karakteristik budaya (meliputi tujuh unsur kebudayaan) masyarakat di Dusun Golat Tonggoh, Desa Golat, Kecamatan Panumbangan, Kabupaten Ciamis. Dalam ilmu sosiologi, dimanapun kita berada, baik itu di lingkungan rumah maupun ketika kita melakukan kunjungan ke luar daerah, ke luar kota, bahkan sampai ke luar negeri, kita akan selalu menemukan tujuh unsur  ke budaya an   dalam masyarakat. Ketujuh hal ini, oleh Clyde Kluckhohn dalam bukunya yang berjudul Universal Catagories of Culture   (dalam Gazalba, 1989: 10), disebut sebagai   tujuh unsur kebudayaan   yang bersifat universal ( cultural universals ). Artinya, ketujuh unsur ini akan selalu kita temukan dalam setiap kebudayaan atau masyarakat di dunia. Unsur-unsur ini merupakan perwujudan   usaha   manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup dan memelihara eksistensi diri dan kelompoknya. Adapun yang menjadi karakteristik budaya di Dusun Golat Tonggoh adalah sebagai berikut : (1) Sistem religi dan upacara keagamaan. Kepercayaan m

Samakah Beban Kita??

Cucu Sudiana 2 Desember 2012 Suara malam kembali berdendang Di tumpukan batu-batu itu mereka bersembunyi Musim penghujan yang telah menyapa tanah selama berminggu-minggu masih setia mengalirkan keprihatinannya Naluri manusia yang berubah-ubah juga emosi yang meluap-luap tidak memberikan keuntungan yang berarti Apakah masih ada yang berkenan dengannya Seekor makhluk tanah yang populasinya mulai menurun akibat keegoisan manusia Ataukah memang suaranya tak senyaring dahulu? Tiada lagi memberi kehangatan bagi hamba Tuhan yang terlambat pulang Jenis makanan seperti apakah yang mereka telan setiap hari? Lalu cairan seperti apakah yang akan melanjutkan hidupnya? Pernahkah ia mengeluh? Tentang kemarau kemarin yang panjang.. Tentang penghujan yang memberikan banjir terhadap urat nadi Negara Kupikir mereka dapat terbang lepas ke angkasa Laksana kunang-kunang dan serangga lainnya Hidup tanpa beban dan hidup di dalam nadirnya Maka.. disaat bait hujan mulai

MATA-MATA KECIL (PART 3/END)

“Hanna..! Yohanna..! Cepetan bangun…! Kamu harus temenin aku!” Hanna mengucek matanya, pandangannya yang masih buram perlahan-lahan kembali jelas, ditangkapnya raut wajahnya yang pucat pasi. “Udah waktunya ya?” Hanna yang sudah menyanggupi permintaan temannya itu segera merapikan diri. Sapu usang dan perlengkapan lainnya yang mungkin dibutuhkan sudah lengkap dibawa. Perjalanan dari rumah Vallen menuju kampus terasa jauh dan lama, jalanan yang lengang menimbulakn suasana yang tidak mengenakan. “Kamu yakin Len? Sudah nyiapin mental kamu?” Bunyi hembusan yang cukup keras terdengar. “Aku siap dengan semua risiko yang mungkin datang..” “Baguslah kalo begitu..” Pintu gerbang kampus itu terlihat, cukup berjalan beberapa menit saja mereka berdua telah sampai di ruang UKM Teater. Ruangan itu tidak tampak seperti biasanya, base camp yang membesarkan nama mereka di kampus kini menyimpan beribu pertanyaan. “KLIK..!” Pintu ruangan itu terbuka, lampu terang yang menyinari selu