Penulis :
Cucu Sudiana
Tgl Penulisan : 7 Juli 2010
Aku terdiam
sudah cukup lama, sekedar menanti kabar apa yang t’lah dan belum ia lakukan.
Sabtu kemarin rasa rinduku tertunda, hujan yang turun membatalkan rencana tatap
muka antara aku dengannya. Keinginan pertamaku untuk berkunjung ke rumahnya,
tertawa bersamanya dan saling menggenggam tangan untuk mencari ketulusan
dibalik bola matanya. Satu yang perlu digarisbawahi hubungan kita masih
baik-baik saja, namun aku menemukan keganjilan yang mungkin saja terjadi hal
yang tidak diharapkan padanya. Pesan yang aku kirim kemarin sampai saat ini
belum ada jawaban.
Sempat aku
tanamkan rasa benci akan hal ini, namun aku juga tidak mau menimbulkan
kekeliruan yang hadir menyelimuti pikiranku. Bergegas kuraih tas ransel lalu
menyalakan motor dan melesat ke jalanan. Aku berniat untuk pergi menemuinya
secara langsung, cuaca yang tiba-tiba mendung tak sedikitpun menggentarkan aku,
meskipun kini pakaian yang membalut di sekujur tubuhku pun melekat erat dengan
kulitku, air yang menyerap ke dalam kain terus-menerus berlari bergantian
seiring hembusan angin dari udara yang aku hempas bersama kendaraanku.
Bulir-bulir air
masih menyambarku, perjalanan tinggal satu kilometer lagi, selang beberapa
menit aku sudah berada di depan rumahnya. Belum sekali pun aku mengetuk pintu
rumahnya, aku hanya tahu rumah kekasihku hatiku dari teman dekatnya. Hubungan
kita belum lama, entah apa yang menimpaku, aku bias serisau saat ini. Terdengar
nuansa hangat dari dalam rumah itu, canda tawa aku rasakan lewat sorotan
mataku. Sore yang mendung dan hujan ini membuat penghuni rumah menyalakan lampu
di ruangan tengah itu. Jelas sudah tertangkap….!!! Sang tambatan hati tengah
berada di sisi lelaki yang sama sekali aku tak mengenal wajahnya, namun aku
bias membaca pikirannya ketika dia membagikan senyum kearah perempuanku. Lemas
kurasa tubuh ini, aku membiarkan ragaku menggigil kedinginan ditengah derasnya
air hujan. Tiga puluh menit lamanya aku terpatung, pembicaraan kedua bayang itu
masih tetap saja berlangsung. Ada yang jatuh diatas kepalaku, daun muda yang
masih hijau jatuh diterpa angin.
“
Seperti inikah aku??? ”
Daun muda itu masih aku genggam
dengan kuat.
“ BRRUUMMM…………!!!”
Suara mobil yang terparkir di halaman rumahnya, aku buru-buru menyalakan
motor dan segera meninggalkan rumah itu.
“
Siapa lelaki itu?? Mengapa dekat sekali dengannya???”
Beribu-ribu pertanyaan menyerang
otakku selama perjalanan pulang. Aku tak percaya, bila seandainya itu terjadi,
bahwa lelaki itu mempunyai ruang di hatinya. Maka, apakah masih ada nama aku
untuk duduk disampingnya??
JJJ
Suara-suara alam
menjerit di sela waktu yang kuisi dengan nafas yang berburu, mataku panas namun
tak mau aku menjatuhkan air mata untuk seseorang yang masih tak kudalami
hatinya. Kurasa aku sudah tepat untuk menjadikan hari ulang tahunnya sebagai
hari pertama kita jadian. Namun ternyata semua itu salah, perlu banyak waktu
untuk mengukur kedalaman hati seseorang. Kujatuhkan tubuhku dengan posisi
miring, kututup mata kuat-kuat dan mencoba melacak udara segar yang mampu
mengantarkan aku kea lam tidur.
“Kak..!”
Ada seorang perempuan yang
memanggilku disaat aku sedang makan di cafeteria kampus siang itu. Sosok
berkacamata dan berambut panjang, dialah sang tambatan hatiku. Dalam sekejap
aku lipat rasa kecewa dan penasaran itu.
“Ekh kamu! Ayo sini duduk!”
Agak mengangkat dari tempat
dudukku kubukakan kursi di depan mejaku.
“Sendirian aja, kemana temen
kamu yang lain?”
Kulihat dia telah duduk lalu
menyimpan tas dan handphonenya diatas meja.
“Iya
nich Kak! Temen yang lain udah pada pulang semua, katanya sich ada perlu githu.
Tadinya juga saya mau langsung pulang, tapi tiba-tiba perut laper, terus kesini
dech.. ekh ada Kakak juga,hmmm..”
Senyumnya yang polos hampir saja
dan bias saja menghapus kecurigaanku.
“Ekh Kak! Sebentar yach..
Saya mau ke toilet dulu,he..”
Dengan tergesa-gesa dia
meninggalkan meja, aku hanya tersenyum dan manggut-manggut saja. Baru sesaat
dia pergi, HP-nya bordering, aku membiarkannya, namun karena risih dengan orang
lain akhirnya dengan terpaksa aku angkat juga.
“Adukh..
kamu ini lama banget sich! Kakak sudah nunggu kamu dari tadi, pokoknya cepetan
gak usah lama-lama! Okei..!! Tuuuuuuutttttzzzz”
Sambungan berakhir, tak ada
sepatah kata pun yang kuucapkan. Aku hanya bernafas panjang dan meletakan
kembali handphonenya. Satu kecurigaan muncul kembali. Bunyi gaduh dari lantai
terdengar mendekat, langkah kaki perempuanku, dia setengah berlari.
“Ya ampun Kak! Saya lupa..
Saya ada acara keluarga. Maaf yach saya buru-buru, sampai nanti Kak!”
Dia bergegas keluar dan
meninggalkanku. Terbesit dalam pikiran untuk saaatnya membuntuti dari teka-teki
ini. Sepuluh meter dari kendaraannya, aku berada dibelakang, sorot mata aku
fokuskan agar tidak kehilangan jejaknya. Sampailah aku di sebuah tempat yang
romantic, penuh dengan aroma cinta, membuat mataku terbelalak karena dia
memasuki ruangan yang diluar pintu masuknya tertulis “MARRIED SOLUTION”
“Okh
My God.. Gak salah nich dia masuk ke tempat kayak gini???”
“JDAKK…!!!” Hatiku bagai remuk
tertimpa berton-ton baja. Sosok lelaki yang Nampak dibalik baying-bayang
kemarin sore, sama persis dengan orang yang sekarang berada dihadapanku.
Dugaanku semakin kuat saat melihat tangan perempuanku menggandeng lelaki itu.
“BRAAKKK….!!!!!”
Helm yang tak sadar aku bawa
kedalam ruangan terjatuh, orang-orang disekelilingku menoleh, termasuk yang
dihadapanku. Kami bertatap muka, tubuh dan mataku terpaku. Dia yang tersadar
bahwa aku sudah berada dihadapannya terkejut.
“KAKAK…!”
Kuputar tubuhku lalu kutendang
helm sampai memecahkan guci kaca. Pemilik toko dan seluruh karyawannya mencaci
maki aku, namun aku tak menggubrisnya dan membiarkan helmku tertinggal. Aku
melesat diatas 100 km/jam, mataku merah, dan bahaya bias saja mendatangiku.
Sampai pula aku di rumah, aku berantakan dan langsung naik ke lantai atas yang
mana aku bias menyaksikan atap-atap rumah yang dihinggapi burung. Pintunya aku
kunci rapat-rapat, tanpa ganti pakaian aku mendekap lutut, terbisu diatas
pagar. Sesekali angin mengulang suara dirinya di ruangan itu saat memanggil
namaku.
“AARRRGGGHHHH……!!!! Gak ada
yang bias kupercaya!!”
Aku melemparkan kertas yang sudah
banyak aku robek. Tak bias lagi berpikir jernih, kehampaan semakin meracuni.
JJJ
Hingga gelap dating aku masih
seperti ini, kubiarkan ruangan ini sunyi tanpa cahaya. Ada seseorang yang
mengetuk pintu, aku tahu itu ibuku, namun aku hanya terdiam dan kubiarkan saja.
“Ada perempuan yang dating
kesini ingin menemuimu!!”
Semakin ingin kututup lekat
telinga ini ketika mendengarnya. Ibuku hanya menghembuskan nafas panjang
melihat kelakuanku.
“Adukh..
maaf yach, anak saya sedang tidak bias diganggu, ibu juga tidak tahu dia
kenapa?? Sejak pulang dari kampus tadi, dia ngurung terus di kamar atas!!”
“Owh githu ya Bu, ya udahlah
gak apa-apa, saya cuma mau ngasi ini aja!”
Dia berikan helm yang
kutinggalkan sore itu, dan sepucuk surat tipis kini ada di genggaman ibuku.
“Saya tidak bisa lama-lama
Bu, tolong sampaikan ini ya Bu..!”
Dia lalu pergi menghilang di
kegelapan, hanya menanggalkan senyum dihadapan ibuku.
JJJ
Kupu-kupu yang
penuh dengan warna, elok rupanya, membuat aku membuka mata, hinggap di tanganku
sekejap, lalu terbang lagi menjauh dari tempat aku tertidur. Baru aku sadar
semalaman aku tertidur di sofa luar kamar yang membentang kea rah pagar. Sinar
matahari hanya menampakan beberapa titik cahayanya karena sulit menembus
dinding kamar yang membelakangi arah sinarnya dating. Aku melihat dibawah pintu
tersimpan selembar surat yang tergeletak, mungkin ibuku yang menyelipkannya
dari balik pintu disaat aku terlelap tidur tanpa sehelai kain yang menutupi
tanganku. Perlahan aku buka juga isi surat itu. Nampak satu lembar penuh kertas
itu tergores pena, dan ada beberapa kalimat yang membuatku lemah, malu untuk
bernafas dan rasa sesal yang membentak-bentakkan hati. Secepat kilat aku
memburu waktu, tiada yang aku pikirkan selain ingin bertemu dengannya.
Aku hilang
konsentrasi, satu kilometer dari rumahnya, motorku terjatuh karena menghindari
mobil yang melakukan rem dadakan. Kubantingkan motor kea rah tepi sampai sikut
dan lututku berdarah, kucoba bangkit kembali dan menyalakan mesin, namun
alhasil motorku mogok. Tak banyak pikir aku pun berlari meskipun itu membuatku
agak terasa sakit, orang-orang yang ingin menolongku mulai kebingungan
menyaksikan aku. Suasana yang sepi kini kuhampiri, kupegang pintu pagar
rumahnya dan kuteriakan namanya, berkali-kali kuulang namun tak ada yang
menanggapi juga.
Aku
duduk denagn menyandarkan punggungku dip agar, ku tenangkan nafas yang
terengah-engah. Aku mulai sedikit pusing karena rasa sesal it uterus melekat
kuat. Kuingat beberapa kalimat di surat itu yang terekam secara jelas di
benakku.
“Tak
seharusnya kau ungkapkan emosi itu, karena semua berawal dari kesalah pahaman,
orang yang ada denganku saat itu adalah Kakak kandungkku yang sudah
bertahun-tahun lamanya kami tak bersua. Dia datang kembali ke rumah dan memberi
kabar gembira karena ia akan segera menikah. Ia mengajakku mencarikan gaun
pengantin sebagai pemberi kejutan besar untuk calon istrinya. Dan aku juga
sadar, aku tidak bias menyalahkan kamu, namun mengapa semua ini harus terjadi!!
Disaat aku harus pergi meninggalkan rumahku dan mencari rumah baru diluar kota
sana. Ayahku pindah kerja, dan aku tidak bisa memastikan kapan aku pulang dan
melihat wajah Kakak lagi. Untuk yang terakhir, jangan menghubungi aku,
simpanlah aku baik-baik di kenangan Kakak, terima kasih atas perhatian yang
telah Kakak berikan. Satu senyum untuk boneka kecil yang Kakak berikan di hari
ulang tahunku, yang juga hari pertama kita menyatukan cinta.”
“Sebenarnya
hanya satu kalimat yang ingin kusampaikan sebelum kamu pergi.. Maaf atas
kekeliruanku..”
Hening mulai tercipta, aku meraih handphoneku dari saku celana, ada
satu pesan yang masuk.
“Itu
bukan salah Kakak kok..! Maaf juga saya udah nambahin sedikit rekayasa di isi
surat itu!!”
Setengah bingung aku membacanya,
lalu terdengar gerak langkah dibelakangku. Dan saat kuputar tubuhku, aku mendapati
perempuan berkacamata dan berambung panjang tengah tersenyum manja padaku.
Comments
Post a Comment