Penulis :
Cucu Sudiana
Tgl Penulisan : 27 Juli 2010
Pukul sebelas
malam mataku masih terjaga dari alam yang dipenuhi ruh-ruh yang membayangiku,
menajamkan pandangannya dengan pandangan getir, tak ada sedikit pun lembutnya
mimpi yang selalu memanjakanku. Sesak yang ada didalam dadaku belum saja
hilang. Mata-mata mereka membengkak, hatinya tertawa-tawa dengan kemenangan
yang telah mereka raih. Sebagian dari kebahagiaan hidupku telah mereka cabik.
Bendera kemerdekaan mereka kibarkan di atas tanah yang penuh dengan genangan
caci maki. Dingin yang datang karena suhu yang berubah dan hujan yang cukup
memberi kesal bagi para arwah yang sedang melaksanakan hajatnya untuk
menakut-nakuti kejujuran orang. Baju tebal yang kini kukenakan tak kunjung
memberi kehangatan, hanya suhu mendekati 0°C yang melekat erat dikedua tangan
lalu menjalar ke sekujur tubuh.
Perkataan
jujur yang keluar dari setiap manusia penjilat memang dibutuhkan, meskipun
terkadang aroma yang tercium terasa pahit, memuakkan dan membuat ulu hati
perih. Mengapa malam ini kulewati dengan kelam, gelap, tak ada sinar yang
menerangi pikiran ini. Biar kalian wahai sang pasang mata yang tak
henti-hentinya membolak-balikan apa yang didalam indera tersebut, biarlah
kalian yang menilai dan mulai mengikhtisarkan syair malam yang kini
kubuat………………..
32 Hari yang Lalu………
Ada
semacam pesona yang memanjakanku, tutur kata dibalik lidahnya cukup untuk
membuatku bisa merasakan adanya aliran darah yang membuat nafasku lebih segar
dari biasanya. Berjuta-juta bayangan yang ingin segera kuhajatkan enggan untuk
lepas. Ketika jalan-jalan mulai panas, roda kendaraan berlumuran debu hingga
asapnya membumbung tinggi dan memasuki zone atmosfer. Aku yang saat itu berada
di depan seorang perempuan berkaca mata berambut panjang bergelangkan anyaman
tali-tali kecil yang selalu ia pakai kemana saja. Senyum cerah yang ia
pancarkan seolah mengajak mulutku untuk membalas senyumnya.
“Kita berangkat sekarang??”
Perkataanku terlontar saat aku
melihat tingkahnya yang terburu-buru.
“Iya,
bisa.. Tapi kita jangan pergi dari sini, kamu tunggu di depan rumah biru yang
berseberangan dengan pedagang jus, lima puluh meter dari sini..”
“Iya, aku tunggu disana..!!”
Kuputar arah kendaraanku, dan
langsung menuju tempat yang ia maksud. Agak lama aku duduk di kursi pinggir
jalan, ia datang dengan seorang temannya yang kelihatannya agak pendiam.
“Maaf yach, aku nganterin
temenku dulu,,”
Perempuan berkacamata itu
menyapaku ketika kendaraannya berhenti di depanku. Teman yang dibawanya itu
langsung masuk ke arah tangga dan melambaikan tangannya.
“Dia tinggal disini??”
“Iya, sejak masuk kampus dia
tinggal disini…”
Sesaat aku terdiam, kita berdua
berpaku pandang sejenak, lidahku agak sedikit kaku. Perempuan yang kukenal
sudah agak lama itu merupakan teman satu kampus, aku belum begitu mengenalnya
lebih jauh, yang selama ini kita lakukan hanya bertegur sapa, bertukar senyuman
dan komunikasi yang mulai membuat hariku penuh dengan keceriaan. Aku tahu basic
hidupnya, ia hanya seorang perempuan yang selalu disakiti oleh pasangannya, aku
pun beranjak untuk bangkit dari perjalanan cintaku yang sempat terpenggal
hampir tiga tahun. Dan memang penyebab kelemahanku ini berawal dari sebuah rasa
sakit yang pernah dilakukan seorang perempuan di masa laluku. Aku ukir namanya
didalam hati, dan mencoba untuk merubah pandangannya tentang perilaku seorang
lelaki yang selama ini diketahuinya.
“Bisa berangkat sekarang??”
“Boleh..”
Kita pun langsung berlalu dari
tempat itu. Tidak memakan waktu yang lama, gang kecil penghubung tempat
tinggalku mulai kulewati dan sebuah
rumah kita masuki.
“Ayo masuk..!!”
Perempuan berkacamata itu masih
terdiam ketika langkahku lebih dulu memasuki sebuah ruangan.
“Aku tunggu disini aja
dech..!!”
Aku tersenyum, sebuah ruangan
mulai kumasuki. Kado berwarna kuning yang tergeletak di atas mejaku itu aku
raih. Dan sesaat aku sudah kembali dihadapannya.
“Happy Birthday!!!!!”
Kata congrats itu aku lantunkan,
cahaya senyumnya kembali terukir. Matanya menuturkan rasa tak terduganya itu.
“Tahu
kan.. Aku mengajakmu kesini cuma ingin ngasi kamu kejutan di hari bahagiamu
ini. Tahun ke-19 kamu menjejakkan kisah hidup yang penuh suka dan duka.. Ayo
masuk.. kita ngobrol didalam aja..”
Obrolan hangat mewarnai dua jam
waktuku bersamanya. Segelintir kisah tak gentar ia ceritakan. Dan aku
memastikan tidak ada orang lain yang ada di hatinya sehingga memudahkan aku
untuk masuk kedalamnya dan menanamkan rasa sayang yang menutupi kulit tubuhnya.
Aku mengambil sepenggal kartu kecil yang ada disebelahku, dua boneka beruang
yang ada didalam gambar tersebut saling bercengkrama merasakan hangatnya cinta
dan kasih sayang.
“Okh, iya ada satu lagi yang
ingin aku kasi sama kamu!!”
Gadis berkacamata itu menatapku,
dan melihat sebuah kartu kecil yang dijulurkan kepadanya.
“Love Warm Your Heart..”
“Aku harap kamu bisa
menterjemahkan makna yang tersirat didalamnya..”
Ia pura-pura tidak mengerti,
meskipun aku tahu itu hanya trik seorang perempuan untuk minta penjelasan lebih
banyak.
“Tunggu.. aku gak bisa githu
aja buat nerima kamu..!”
“Lho.. kenapa??, kan tadi
kamu bilang gak ada cowok lain”
“Bukan itu, ini menyangkut
persahabatan aku..!”
“Apa masalahnya??”
“Kamu tahu kan Gina teman
dekatku itu?”
Aku memutar ingatanku mencoba
untuk menghafalkan nama dan beribu-ribu wajah yang pernah kukenal.
“Aku
gak begitu mengenalnya! Lagian juga aku gak tahu orangnya yang mana? Terus apa
hubungannya sama dia?”
“Dia
tukh suka sama kamu..!! Dia udah memperhatikan kamu sejak dulu, sejak setahun lalu aku dan dia masuk
kuliah..”
“Masa
sich?? Tapi kenapa juga sampai sekarang aku belum tahu. Kalau memang itu benar,
kenapa aku gak tahu dari sejak dulu? Dan baru tahu sekarang?”
“Dia
kan posisinya perempuan, mana mungkin dia terang-terangan nyatain rasa sukanya
ma orang lain, apalagi kamu..!”
Dia terdiam, hanya kebingungan yang melanda isi kepalanya.
“Gini
aja dech..! Aku udah suka sama kamu, terserah kamu mau nerima aku atau ng’gak,
tapi aku harus tahu dulu isi hati kamu itu gimana?”
“MMMmmmmm……Sebenernya
sich aku gak jauh beda sama kamu,tapi…..”
“Temen
kamu itu!!, Kita punya banyak kesempatan.. Gimana kalo kita backstreet, biar
kita saling menjaga perasaan, dan kita pikirin solusi yang terbaik bagi
semuanya..!”
Dia termenung kembali, nampaknya ada suatu hal yang membebani pikirinnya.
“Ya
udah dech.. Kita backstreet..!”
Entah kenapa tutur kata yang ia
sampaikan terasa ada yang aneh di telingaku, namun aku mencoba untuk tersenyum
karena hari bahagianya bisa menjadi hari bahagia juga untukku. Sejak saat itu
malam-malamku diwarnai syahdunya nyanyian bumi yang membangkitkan gairah
kehidupanku, pagi hariku disuguhi dengan secangkir rasa rindu yang terus
mengalir dari lembah bathinku.
JJJ
Hampir dua
minggu hubungan kita sudah berjalan. Mengapa aku belum bisa menemuinya?? Suatu
keanehan bagiku?? Aku tak mendapatkan kerinduan darinya! Berbeda dengan rasa
rindu yang terus aku rasakan hingga saat ini. Malahan aku terkadang kesal,
melihat ia yang terang-terangan berstatus pacaran dengan lelaki lain di
facebooknya, dan yang paling aku tidak mengerti, ia sengaja meng-upload foto
mesra dirinya dengan lelaki itu. Aku tahu jelas lelaki itu, seorang asisten
dosen, yang baru saja menyelesaikan bangku kuliahnya beberapa bulan yang lalu.
Anak organisasi yang cukup mempunyai keberanian untuk menempatkan posisi
penting bagi dirinya. Ketika aku menanyakan tentang itu, ia hanya memberi
penjelasan bahwa kedekatan mereka itu hanya sebatas teman, aku pun mulai
mengerti karena setiap orang berhak untuk memilih dengan siapa ia akan
berteman. Aku menghormati keputusannya untuk menjadikan lelaki itu sebagai
teman dekatnya, karena aku tahu persis, lelaki itu cukup baik dan cukup bisa
menjaga perasaannya.
Malam ini adalah
malam yang kebanyakan orang menggunakannya untuk mencurahkan kasih sayangnya
terhadap pasangan, aku pun ingin seperti itu, karena merupakan hal langka
bagiku, pergi bertemu dengan seorang perempuan yang mempunyai keberadaan di
lubuk ini. Aku mulai basa-basi dengan SMS yang aku berikan kepadanya, namun aku
tak mendapati keinginan yang sama di malam itu. Sedikit kekecawaan yang aku
dapatkan, aku tak bisa terus menerus menularkan kesendirian ini. Di malam yang
cerah itu aku melewati jalanan yang lengang, jarak yang agak jauh dari rumah
hanya untuk mendapati sosok yang selama ini ada dipikiranku. Aku mulai
kebingungan, karena aku belum tahu sedikit pun alamat rumahnya, dan yang aku
lakukan adalah menelponnya, kebetulan ia sedang berada di luar, ia sedang pergi
makan dengan ibunya, dan aku sedikit mendapatkan pencerahan karena sebentar
lagi parasnya akan kutemui. Aku tersenyum ketika mendapati dirinya, ia yang
belum tahu aku datang tiba-tiba, masih kelihatan lahapnya menyantap makanan.
“Bisa keluar sebentar ng’gak
dari tempat kamu makan??”
Perempuan berkacamata itu
menggerak-gerakkan lehernya kesana kemari, wajahnya yang agak polos membuat aku
semakin gemas. Ia lalu meninggalkan kursinya dan beranjak keluar.
“Hei..!”
Aku yang tiba-tiba muncul dari
balik pagar setengah mengagetkan dia.
“Lho..! Kok ada disini??”
Makanan yang masih dikunyahnya
belum juga ditelan.
“Ternyata dugaanku salah….”
Aku yang terus meragukan
kejujuran dia, terus menanyakan lelaki kedua yang dekat dengannya, sekan-akan
hanya menjadikan aku sebagai lelaki pencemburu dan overprotected. Ia pun
membawaku ke rumah bibinya, karena katanya di rumahnya sedang ada saudaranya
yang datang dari jauh. Di balik tabir yang gelap dengan hiasan sang penerang
malam dan hamparan bintang membawa kita berdua tenggelam dalam hangatnya
perbincangan.
JJJ
Hari ini………….
Isi otakku
memutar, pertanyaan tentang dirinya yang terus menikamku secara langsung
menjadikan aku sebagai perindu bulan yang tak kunjung datang. Kenapa malaikat
disampingku hanya tersenyum tanpa membantuku??? Arrgghhh… terkadang ingin
kumuntahkan dan kucuci sampai bersih pikiranku ini. Satu bulan lebih dua hari
telah aku lalui, aku hanya bisa menemuinya satu kali di malam itu saja,
walaupun pernah bertemu di kampus beberapa kali di kampus, namun dengan
keberadaan kita yang backstreet aku tidak bisa berbuat lebih. Kenapa hanya satu
kali aku bisa menemuinya secara pribadi?? Pertanyaan bodoh orang-orang membuat
aku berdiri dengan hina. Gadis berkacamata itu seakan tidak mau menemuiku,
terasa menjauh entah apa sebabnya, aku ajak dia sekedar beli eskrim dia tak
mau, aku ajak dia nonton atau pergi ke rumahnya, untaian alasan pun mengalir
bagaikan air, aku tak dapat menahannya, selalu pasrah dengan keadaan. “Indah
Pada Waktunya” Apakah benar adanya sebuah kata mutiara itu?? Yang dimata aku
itu adalah sebuah alasan penghambat kebahagiaan.
Aku
curiga dengan kedekatan dia dengan seorang asisten dosen itu, aku memang
menghargai arti sebuah persahabatan mereka, tapi apa pantas dia bisa tertawa
lepas, becanda dengan riangnya dihadapannya, sedangkan jika dihadapanku dia
terlihat kaku dan sinar kecerahannya hilang. Okh Tuhan maafkan aku jika aku
selalu membandingkan perjalanan kasihku yang selalu saja bermasalah dengan
perjalan kasih orang lain yang begitu dekat dengan tawa, berteman dengan cinta.
Sore
ini disebuah pertemuan organisasi kita dipertemukan, aku kesal sekali ketika
bertatap muka dengannya senyumku tak dianggapnya. Dia menjauh dari tempat aku
berada. Mengapa sebegitunya memperlakukan aku diatas tittle “Backstreet”, toh
jika hanya sekedar berbincang-bincang saja orang tidak akan menganggap kita ada
something different. Penat aku dengan semua ini!!!!!!!!!!!! Pertemuan
organisasi berakhir, hujan yang menemani selama beberapa jam masih belum reda. Terbesit
dalam angan untuk mengantarkan dia ke rumahnya, begitu pun dua teman dekatku
yang selalu memperhatikan hubungan aku dengannya. Hanya mereka yang tahu, dua
sahabat yang selalu menampung segala keluh kesah bersamaan, baik itu diatas
maupun dibawah, dengan keinginan dan dukungan yang kuat segala persoalan yang
dihadapi akan semakin berarti jika sudah ketemu titik terangnya. Baju cokelat
yang dikenakannya berlalu saat aku tengah berada di depan pintu keluar, memang
sudah terbiasa, tetapi setidaknya ia bias melirik dan menatap dalam mataku.
Aaarrgghhh….!!!
Batas kesabaranku rasanya telah
memuncak, aku mempunyai rencana buruk, namun dimata penglihatanku ada sesuatu
yang disembunyikan. Pundakku digenggam, tangannya menepuk-nepuk halus.
“Sebaiknya
kita mulai cari tahu, kenapa akhir-akhir ini dia bersikap seperti itu sama
kamu!! Kita berdua juga pernah ngerasain gimana sakitnya orang yang kita cintai
tidak mencintai kita!!”
Kepalaku mengangguk dengan sendirinya, hatiku sedikit memanas.
“Aku
mau coba ngajak dia pulang bareng, kita bias ketemu di luar ng’gak di kampus!!”
“Coba’in
dulu, dia mau ng’gak..”
Tanganku mulai mengotak-atik
tombol yang ada di handphone. Ranting basah disekitar ruangan perlahan terjatuh
saat angin yang membawa hawa dingin berkeliaran. Kaos tipis yang kukenakan
mulai ikut mengerut karena cuaca di sore itu.
“Udah aku tebak!!”
“Gimana??”
“Seperti biasa.. dia nolak
bareng sama aku!!”
“Bener-bener
gak beres nich!! Udahlah.. kita berdua gak mau kamu itu terus-terusan kayak
gini, khawatir kita lihat loe!! Murung terus..”
Aku tertunduk, lemah rasanya
tubuh ini, kutatap permukaan bumi yang basah. Apakah tanah-tanah itu basah oleh
air hujan? Ataukah oleh air mataku yang kutampung dalam hati. Percikan air
laksana lompatan serangga kecil yang tidak mempunyai otak dan hati, namun
mereka masih bisa tertawa lepas setiap hari bagaimana pun keadaannya.
“Hei..”
Salah satu teman dekatku
memanggilku perlahan diiringi isyarat mata yang ia lakukan, saat ku toleh
kudapati lelaki berpakaian rapi sedang berjalan di sepanjang koridor, ia
melewati kami bertiga dan seperti biasa ia menyapa. Ia terhenti di tempat kekasih
hatiku berada, yang tengah duduk berkerumun dengan sebagian temannya. Aku
menatap lekat apa yang ia lakukan, hanya beberapa patah kata saja perempuan
berkacamata itu bisa tertawa lepas, lalu lelaki itu usil dengan membawa
sepatunya pergi dan mereka berlarian seperti anak kecil yang asyik bermain,
beberapa orang yang melihatnya pun merasa risih dengan tingkah laku mereka,
apalagi aku!!!!!
“Ayo
pulang.. kita tunggu mereka sampai keluar dari kampus! Jika mereka pulang
bersama berarti benar udah ada yang nikam kamu dari belakang, kalau pun salah kita
harus terus cari tahu biar semuanya dapat kita pahami..!”
Tak sepatah kata pun yang keluar
dari mulut, nafas sesakku semakin membekukanku. Tangisan cakrawala yang
menyentuh ujung rambutku lalu menyusuri pori-pori kulit dan jatuh ke tanah
membawa seberkas kesedihan yang tak terwujudkan. Gerak langkah kami bertiga,
meninggalkan tilas diatas tanah.
JJJ
Dua jam sudah aku duduk di tempat
teduh yang berhadapan dengan taman terbuka yang dipenuhi patung-patung kursi
kesepian. Kulit-kulit mereka licin, menggigil, tak ada tubuh yang menghangatkan
mereka. Begitu pun aku, terasa sudah letihnya menunggu, urat syarafku sudah tak
bisa membedakan panas yang ada di tubuh bagian dalam, namun dingin di tubuh
bagian luar, kedua temanku yang masih setia juga buat ikut merasakan dengan
keadaanku sudah mulai berjalan kesana kemari.
“Kasian kalian berdua, udah
pulang aja!! Gak apa-apa aku disini sendirian..”
“Bukan
itu masalahnya, dia kok bisa-bisanya belum pulang sesore ini? Anak perempuan
kok pulang malem, rumahnya kan agak jauh dari kampus…!”
“Aku
coba tanyain dech!! Dia udah pulang apa belum..!”
Tangan dinginku meraih saku
bagian kanan, ku mulai mengetikkan segelintir kata, tak perlu memakan waktu
seperti biasanya, jawaban pun sudah sampai ditangan.
“Dia udah pulang, katanya
lagi di dalam kendaraan umum!!”
“Lho kok kita ng’gak ngeliat
di keluar kampus, apa lewat jalan lain yach??”
“Aku
punya firasat buruk, sebaiknya aku lihat langsung ke dalam kampus, apa dia
bener-bener udah pulang atau masih ada..”
Tanpa banyak pendapat aku
langsung menyalakan kendaraanku dan memasuki kampus, titik hujan saat itu sudah
mulai menyusut, hanya menyisakan genangan-genangan kecil disepanjang jalan. Di
sudut ruangan tempat dua jam lalu kita berkumpul aku mendengar suaranya,
benar-benar jelas gaya bicaranya terdengar olehku, aku ambruk seketika sebelum
kakiku sampai di ruangan itu. Aku mematung, terdiam dan membeku, sebagian
temanku menghampiri, mereka menanyakan kondisiku yang lain dari biasanya,
kekasih hatiku pun menyaksikan aku, ia pun hanya terdiam, aku tak bias menebak
apa yang ada dalam pikirannya. Namun yang kusesali adalah sebuah kejujuran yang
ia ingkari. Aku pun menangis di tempat itu, tak perduli lagi aku ini seorang
lelaki atau apa? Karena itulah yang benar-benar aku inginkan. Dendam, benci,
sesal, dan rasa tak percaya datang silih berganti dibenakku. Aku hancur,
pengkhianatan seorang perempuan terulang kembali, sakit yang menusuk lagi
setelah tiga tahun aku tutup rapat-rapat.
Hampir
lama kesedihanku tergambarkan, kedua teman dekatku hilang kesabaran, mereka
menarikku untuk berdiri dan menuntunku untuk pulang, aku tak punya banyak
tenaga untuk berontak,namun mereka terus memaksaku untuk segera meninggalkan
ruangan itu. Semua orang yang tak tahu persoalannya kebingungan, tak seorang
pun yang membuka mulutnya, entah mereka kasihan atau malah mentertawakan aku??
Entahlah………….
Perkataan jujur
yang keluar dari setiap manusia penjilat memang dibutuhkan, meskipun terkadang
aroma yang tercium terasa pahit, memuakkan dan membuat ulu hati perih. Mengapa
malam ini kulewati dengan kelam, gelap, tak ada sinar yang menerangi pikiran
ini. Lagi-lagi aku menuliskan kata-kata yang sama, dan memang itulah yang
membuat aku bodoh!! Kepercayaan yang ia abaikan.. Kasih sayang yang ia
hempaskan.. Hingga rasa cinta yang ia injak..!! Sebuah pengalaman yang
berharga, tak dapat dibeli dengan uang atau setangkup emas dan tingginya nilai
kebenaran yang tidak dapat ditukar dengan intan permata.
Sepatah kata
yang membuat akhir dari segalanya, memusnahkan harapan yang selama ini aku
susun untuknya, tak apalah,, mungkin dengan semua ini aku bisa lebih kuat di
esok hari, dan akan kujelajahi kembali kisah cintaku yang masih belum berakhir.
The Last Words…
“Aku jadian dengan dia di hari yang sama.”
Comments
Post a Comment