Skip to main content

Syair Sunyi Diatas Malam


Penulis                  : Cucu Sudiana
Tgl Penulisan        : 27 Juli 2010

Pukul sebelas malam mataku masih terjaga dari alam yang dipenuhi ruh-ruh yang membayangiku, menajamkan pandangannya dengan pandangan getir, tak ada sedikit pun lembutnya mimpi yang selalu memanjakanku. Sesak yang ada didalam dadaku belum saja hilang. Mata-mata mereka membengkak, hatinya tertawa-tawa dengan kemenangan yang telah mereka raih. Sebagian dari kebahagiaan hidupku telah mereka cabik. Bendera kemerdekaan mereka kibarkan di atas tanah yang penuh dengan genangan caci maki. Dingin yang datang karena suhu yang berubah dan hujan yang cukup memberi kesal bagi para arwah yang sedang melaksanakan hajatnya untuk menakut-nakuti kejujuran orang. Baju tebal yang kini kukenakan tak kunjung memberi kehangatan, hanya suhu mendekati 0°C yang melekat erat dikedua tangan lalu menjalar ke sekujur tubuh.
                Perkataan jujur yang keluar dari setiap manusia penjilat memang dibutuhkan, meskipun terkadang aroma yang tercium terasa pahit, memuakkan dan membuat ulu hati perih. Mengapa malam ini kulewati dengan kelam, gelap, tak ada sinar yang menerangi pikiran ini. Biar kalian wahai sang pasang mata yang tak henti-hentinya membolak-balikan apa yang didalam indera tersebut, biarlah kalian yang menilai dan mulai mengikhtisarkan syair malam yang kini kubuat………………..
32 Hari yang Lalu………
                Ada semacam pesona yang memanjakanku, tutur kata dibalik lidahnya cukup untuk membuatku bisa merasakan adanya aliran darah yang membuat nafasku lebih segar dari biasanya. Berjuta-juta bayangan yang ingin segera kuhajatkan enggan untuk lepas. Ketika jalan-jalan mulai panas, roda kendaraan berlumuran debu hingga asapnya membumbung tinggi dan memasuki zone atmosfer. Aku yang saat itu berada di depan seorang perempuan berkaca mata berambut panjang bergelangkan anyaman tali-tali kecil yang selalu ia pakai kemana saja. Senyum cerah yang ia pancarkan seolah mengajak mulutku untuk membalas senyumnya.
“Kita berangkat sekarang??”
Perkataanku terlontar saat aku melihat tingkahnya yang terburu-buru.
“Iya, bisa.. Tapi kita jangan pergi dari sini, kamu tunggu di depan rumah biru yang berseberangan dengan pedagang jus, lima puluh meter dari sini..”
“Iya, aku tunggu disana..!!”
Kuputar arah kendaraanku, dan langsung menuju tempat yang ia maksud. Agak lama aku duduk di kursi pinggir jalan, ia datang dengan seorang temannya yang kelihatannya agak pendiam.
Maaf yach, aku nganterin temenku dulu,,”
Perempuan berkacamata itu menyapaku ketika kendaraannya berhenti di depanku. Teman yang dibawanya itu langsung masuk ke arah tangga dan melambaikan tangannya.
“Dia tinggal disini??”
“Iya, sejak masuk kampus dia tinggal disini…”
Sesaat aku terdiam, kita berdua berpaku pandang sejenak, lidahku agak sedikit kaku. Perempuan yang kukenal sudah agak lama itu merupakan teman satu kampus, aku belum begitu mengenalnya lebih jauh, yang selama ini kita lakukan hanya bertegur sapa, bertukar senyuman dan komunikasi yang mulai membuat hariku penuh dengan keceriaan. Aku tahu basic hidupnya, ia hanya seorang perempuan yang selalu disakiti oleh pasangannya, aku pun beranjak untuk bangkit dari perjalanan cintaku yang sempat terpenggal hampir tiga tahun. Dan memang penyebab kelemahanku ini berawal dari sebuah rasa sakit yang pernah dilakukan seorang perempuan di masa laluku. Aku ukir namanya didalam hati, dan mencoba untuk merubah pandangannya tentang perilaku seorang lelaki yang selama ini diketahuinya.
“Bisa berangkat sekarang??”
“Boleh..”
Kita pun langsung berlalu dari tempat itu. Tidak memakan waktu yang lama, gang kecil penghubung tempat tinggalku  mulai kulewati dan sebuah rumah kita masuki.
“Ayo masuk..!!”
Perempuan berkacamata itu masih terdiam ketika langkahku lebih dulu memasuki sebuah ruangan.
“Aku tunggu disini aja dech..!!”
Aku tersenyum, sebuah ruangan mulai kumasuki. Kado berwarna kuning yang tergeletak di atas mejaku itu aku raih. Dan sesaat aku sudah kembali dihadapannya.
“Happy Birthday!!!!!”
Kata congrats itu aku lantunkan, cahaya senyumnya kembali terukir. Matanya menuturkan rasa tak terduganya itu.
“Tahu kan.. Aku mengajakmu kesini cuma ingin ngasi kamu kejutan di hari bahagiamu ini. Tahun ke-19 kamu menjejakkan kisah hidup yang penuh suka dan duka.. Ayo masuk.. kita ngobrol didalam aja..”
Obrolan hangat mewarnai dua jam waktuku bersamanya. Segelintir kisah tak gentar ia ceritakan. Dan aku memastikan tidak ada orang lain yang ada di hatinya sehingga memudahkan aku untuk masuk kedalamnya dan menanamkan rasa sayang yang menutupi kulit tubuhnya. Aku mengambil sepenggal kartu kecil yang ada disebelahku, dua boneka beruang yang ada didalam gambar tersebut saling bercengkrama merasakan hangatnya cinta dan kasih sayang.
“Okh, iya ada satu lagi yang ingin aku kasi sama kamu!!”
Gadis berkacamata itu menatapku, dan melihat sebuah kartu kecil yang dijulurkan kepadanya.
“Love Warm Your Heart..”
“Aku harap kamu bisa menterjemahkan makna yang tersirat didalamnya..”
Ia pura-pura tidak mengerti, meskipun aku tahu itu hanya trik seorang perempuan untuk minta penjelasan lebih banyak.
“Tunggu.. aku gak bisa githu aja buat nerima kamu..!”
“Lho.. kenapa??, kan tadi kamu bilang gak ada cowok lain”
“Bukan itu, ini menyangkut persahabatan aku..!”
“Apa masalahnya??”
“Kamu tahu kan Gina teman dekatku itu?”
Aku memutar ingatanku mencoba untuk menghafalkan nama dan beribu-ribu wajah yang pernah kukenal.
“Aku gak begitu mengenalnya! Lagian juga aku gak tahu orangnya yang mana? Terus apa hubungannya sama dia?”
“Dia tukh suka sama kamu..!! Dia udah memperhatikan kamu sejak  dulu, sejak setahun lalu aku dan dia masuk kuliah..”
“Masa sich?? Tapi kenapa juga sampai sekarang aku belum tahu. Kalau memang itu benar, kenapa aku gak tahu dari sejak dulu? Dan baru tahu sekarang?”
“Dia kan posisinya perempuan, mana mungkin dia terang-terangan nyatain rasa sukanya ma orang lain, apalagi kamu..!”
Dia terdiam, hanya kebingungan yang melanda isi kepalanya.
“Gini aja dech..! Aku udah suka sama kamu, terserah kamu mau nerima aku atau ng’gak, tapi aku harus tahu dulu isi hati kamu itu gimana?”
“MMMmmmmm……Sebenernya sich aku gak jauh beda sama kamu,tapi…..”
“Temen kamu itu!!, Kita punya banyak kesempatan.. Gimana kalo kita backstreet, biar kita saling menjaga perasaan, dan kita pikirin solusi yang terbaik bagi semuanya..!”
Dia termenung kembali, nampaknya ada suatu hal yang membebani pikirinnya.
“Ya udah dech.. Kita backstreet..!”
Entah kenapa tutur kata yang ia sampaikan terasa ada yang aneh di telingaku, namun aku mencoba untuk tersenyum karena hari bahagianya bisa menjadi hari bahagia juga untukku. Sejak saat itu malam-malamku diwarnai syahdunya nyanyian bumi yang membangkitkan gairah kehidupanku, pagi hariku disuguhi dengan secangkir rasa rindu yang terus mengalir dari lembah bathinku.
JJJ
Hampir dua minggu hubungan kita sudah berjalan. Mengapa aku belum bisa menemuinya?? Suatu keanehan bagiku?? Aku tak mendapatkan kerinduan darinya! Berbeda dengan rasa rindu yang terus aku rasakan hingga saat ini. Malahan aku terkadang kesal, melihat ia yang terang-terangan berstatus pacaran dengan lelaki lain di facebooknya, dan yang paling aku tidak mengerti, ia sengaja meng-upload foto mesra dirinya dengan lelaki itu. Aku tahu jelas lelaki itu, seorang asisten dosen, yang baru saja menyelesaikan bangku kuliahnya beberapa bulan yang lalu. Anak organisasi yang cukup mempunyai keberanian untuk menempatkan posisi penting bagi dirinya. Ketika aku menanyakan tentang itu, ia hanya memberi penjelasan bahwa kedekatan mereka itu hanya sebatas teman, aku pun mulai mengerti karena setiap orang berhak untuk memilih dengan siapa ia akan berteman. Aku menghormati keputusannya untuk menjadikan lelaki itu sebagai teman dekatnya, karena aku tahu persis, lelaki itu cukup baik dan cukup bisa menjaga perasaannya.
Malam ini adalah malam yang kebanyakan orang menggunakannya untuk mencurahkan kasih sayangnya terhadap pasangan, aku pun ingin seperti itu, karena merupakan hal langka bagiku, pergi bertemu dengan seorang perempuan yang mempunyai keberadaan di lubuk ini. Aku mulai basa-basi dengan SMS yang aku berikan kepadanya, namun aku tak mendapati keinginan yang sama di malam itu. Sedikit kekecawaan yang aku dapatkan, aku tak bisa terus menerus menularkan kesendirian ini. Di malam yang cerah itu aku melewati jalanan yang lengang, jarak yang agak jauh dari rumah hanya untuk mendapati sosok yang selama ini ada dipikiranku. Aku mulai kebingungan, karena aku belum tahu sedikit pun alamat rumahnya, dan yang aku lakukan adalah menelponnya, kebetulan ia sedang berada di luar, ia sedang pergi makan dengan ibunya, dan aku sedikit mendapatkan pencerahan karena sebentar lagi parasnya akan kutemui. Aku tersenyum ketika mendapati dirinya, ia yang belum tahu aku datang tiba-tiba, masih kelihatan lahapnya menyantap makanan.
“Bisa keluar sebentar ng’gak dari tempat kamu makan??”
Perempuan berkacamata itu menggerak-gerakkan lehernya kesana kemari, wajahnya yang agak polos membuat aku semakin gemas. Ia lalu meninggalkan kursinya dan beranjak keluar.
“Hei..!”
Aku yang tiba-tiba muncul dari balik pagar setengah mengagetkan dia.
“Lho..! Kok ada disini??”
Makanan yang masih dikunyahnya belum juga ditelan.
“Ternyata dugaanku salah….”
Aku yang terus meragukan kejujuran dia, terus menanyakan lelaki kedua yang dekat dengannya, sekan-akan hanya menjadikan aku sebagai lelaki pencemburu dan overprotected. Ia pun membawaku ke rumah bibinya, karena katanya di rumahnya sedang ada saudaranya yang datang dari jauh. Di balik tabir yang gelap dengan hiasan sang penerang malam dan hamparan bintang membawa kita berdua tenggelam dalam hangatnya perbincangan.
JJJ
Hari ini………….
Isi otakku memutar, pertanyaan tentang dirinya yang terus menikamku secara langsung menjadikan aku sebagai perindu bulan yang tak kunjung datang. Kenapa malaikat disampingku hanya tersenyum tanpa membantuku??? Arrgghhh… terkadang ingin kumuntahkan dan kucuci sampai bersih pikiranku ini. Satu bulan lebih dua hari telah aku lalui, aku hanya bisa menemuinya satu kali di malam itu saja, walaupun pernah bertemu di kampus beberapa kali di kampus, namun dengan keberadaan kita yang backstreet aku tidak bisa berbuat lebih. Kenapa hanya satu kali aku bisa menemuinya secara pribadi?? Pertanyaan bodoh orang-orang membuat aku berdiri dengan hina. Gadis berkacamata itu seakan tidak mau menemuiku, terasa menjauh entah apa sebabnya, aku ajak dia sekedar beli eskrim dia tak mau, aku ajak dia nonton atau pergi ke rumahnya, untaian alasan pun mengalir bagaikan air, aku tak dapat menahannya, selalu pasrah dengan keadaan. “Indah Pada Waktunya” Apakah benar adanya sebuah kata mutiara itu?? Yang dimata aku itu adalah sebuah alasan penghambat kebahagiaan.
                Aku curiga dengan kedekatan dia dengan seorang asisten dosen itu, aku memang menghargai arti sebuah persahabatan mereka, tapi apa pantas dia bisa tertawa lepas, becanda dengan riangnya dihadapannya, sedangkan jika dihadapanku dia terlihat kaku dan sinar kecerahannya hilang. Okh Tuhan maafkan aku jika aku selalu membandingkan perjalanan kasihku yang selalu saja bermasalah dengan perjalan kasih orang lain yang begitu dekat dengan tawa, berteman dengan cinta.
                Sore ini disebuah pertemuan organisasi kita dipertemukan, aku kesal sekali ketika bertatap muka dengannya senyumku tak dianggapnya. Dia menjauh dari tempat aku berada. Mengapa sebegitunya memperlakukan aku diatas tittle “Backstreet”, toh jika hanya sekedar berbincang-bincang saja orang tidak akan menganggap kita ada something different. Penat aku dengan semua ini!!!!!!!!!!!! Pertemuan organisasi berakhir, hujan yang menemani selama beberapa jam masih belum reda. Terbesit dalam angan untuk mengantarkan dia ke rumahnya, begitu pun dua teman dekatku yang selalu memperhatikan hubungan aku dengannya. Hanya mereka yang tahu, dua sahabat yang selalu menampung segala keluh kesah bersamaan, baik itu diatas maupun dibawah, dengan keinginan dan dukungan yang kuat segala persoalan yang dihadapi akan semakin berarti jika sudah ketemu titik terangnya. Baju cokelat yang dikenakannya berlalu saat aku tengah berada di depan pintu keluar, memang sudah terbiasa, tetapi setidaknya ia bias melirik dan menatap dalam mataku. Aaarrgghhh….!!!
Batas kesabaranku rasanya telah memuncak, aku mempunyai rencana buruk, namun dimata penglihatanku ada sesuatu yang disembunyikan. Pundakku digenggam, tangannya menepuk-nepuk halus.
“Sebaiknya kita mulai cari tahu, kenapa akhir-akhir ini dia bersikap seperti itu sama kamu!! Kita berdua juga pernah ngerasain gimana sakitnya orang yang kita cintai tidak mencintai kita!!”
Kepalaku mengangguk dengan sendirinya, hatiku sedikit memanas.
“Aku mau coba ngajak dia pulang bareng, kita bias ketemu di luar ng’gak di kampus!!”
“Coba’in dulu, dia mau ng’gak..”
Tanganku mulai mengotak-atik tombol yang ada di handphone. Ranting basah disekitar ruangan perlahan terjatuh saat angin yang membawa hawa dingin berkeliaran. Kaos tipis yang kukenakan mulai ikut mengerut karena cuaca di sore itu.
“Udah aku tebak!!”
“Gimana??”
“Seperti biasa.. dia nolak bareng sama aku!!”
“Bener-bener gak beres nich!! Udahlah.. kita berdua gak mau kamu itu terus-terusan kayak gini, khawatir kita lihat loe!! Murung terus..”
Aku tertunduk, lemah rasanya tubuh ini, kutatap permukaan bumi yang basah. Apakah tanah-tanah itu basah oleh air hujan? Ataukah oleh air mataku yang kutampung dalam hati. Percikan air laksana lompatan serangga kecil yang tidak mempunyai otak dan hati, namun mereka masih bisa tertawa lepas setiap hari bagaimana pun keadaannya.
“Hei..”
Salah satu teman dekatku memanggilku perlahan diiringi isyarat mata yang ia lakukan, saat ku toleh kudapati lelaki berpakaian rapi sedang berjalan di sepanjang koridor, ia melewati kami bertiga dan seperti biasa ia menyapa. Ia terhenti di tempat kekasih hatiku berada, yang tengah duduk berkerumun dengan sebagian temannya. Aku menatap lekat apa yang ia lakukan, hanya beberapa patah kata saja perempuan berkacamata itu bisa tertawa lepas, lalu lelaki itu usil dengan membawa sepatunya pergi dan mereka berlarian seperti anak kecil yang asyik bermain, beberapa orang yang melihatnya pun merasa risih dengan tingkah laku mereka, apalagi aku!!!!!
“Ayo pulang.. kita tunggu mereka sampai keluar dari kampus! Jika mereka pulang bersama berarti benar udah ada yang nikam kamu dari belakang, kalau pun salah kita harus terus cari tahu biar semuanya dapat kita pahami..!”
Tak sepatah kata pun yang keluar dari mulut, nafas sesakku semakin membekukanku. Tangisan cakrawala yang menyentuh ujung rambutku lalu menyusuri pori-pori kulit dan jatuh ke tanah membawa seberkas kesedihan yang tak terwujudkan. Gerak langkah kami bertiga, meninggalkan tilas diatas tanah.
JJJ
Dua jam sudah aku duduk di tempat teduh yang berhadapan dengan taman terbuka yang dipenuhi patung-patung kursi kesepian. Kulit-kulit mereka licin, menggigil, tak ada tubuh yang menghangatkan mereka. Begitu pun aku, terasa sudah letihnya menunggu, urat syarafku sudah tak bisa membedakan panas yang ada di tubuh bagian dalam, namun dingin di tubuh bagian luar, kedua temanku yang masih setia juga buat ikut merasakan dengan keadaanku sudah mulai berjalan kesana kemari.
“Kasian kalian berdua, udah pulang aja!! Gak apa-apa aku disini sendirian..”
“Bukan itu masalahnya, dia kok bisa-bisanya belum pulang sesore ini? Anak perempuan kok pulang malem, rumahnya kan agak jauh dari kampus…!”
“Aku coba tanyain dech!! Dia udah pulang apa belum..!”
Tangan dinginku meraih saku bagian kanan, ku mulai mengetikkan segelintir kata, tak perlu memakan waktu seperti biasanya, jawaban pun sudah sampai ditangan.
“Dia udah pulang, katanya lagi di dalam kendaraan umum!!”
“Lho kok kita ng’gak ngeliat di keluar kampus, apa lewat jalan lain yach??”
“Aku punya firasat buruk, sebaiknya aku lihat langsung ke dalam kampus, apa dia bener-bener udah pulang atau masih ada..”
Tanpa banyak pendapat aku langsung menyalakan kendaraanku dan memasuki kampus, titik hujan saat itu sudah mulai menyusut, hanya menyisakan genangan-genangan kecil disepanjang jalan. Di sudut ruangan tempat dua jam lalu kita berkumpul aku mendengar suaranya, benar-benar jelas gaya bicaranya terdengar olehku, aku ambruk seketika sebelum kakiku sampai di ruangan itu. Aku mematung, terdiam dan membeku, sebagian temanku menghampiri, mereka menanyakan kondisiku yang lain dari biasanya, kekasih hatiku pun menyaksikan aku, ia pun hanya terdiam, aku tak bias menebak apa yang ada dalam pikirannya. Namun yang kusesali adalah sebuah kejujuran yang ia ingkari. Aku pun menangis di tempat itu, tak perduli lagi aku ini seorang lelaki atau apa? Karena itulah yang benar-benar aku inginkan. Dendam, benci, sesal, dan rasa tak percaya datang silih berganti dibenakku. Aku hancur, pengkhianatan seorang perempuan terulang kembali, sakit yang menusuk lagi setelah tiga tahun aku tutup rapat-rapat.
                Hampir lama kesedihanku tergambarkan, kedua teman dekatku hilang kesabaran, mereka menarikku untuk berdiri dan menuntunku untuk pulang, aku tak punya banyak tenaga untuk berontak,namun mereka terus memaksaku untuk segera meninggalkan ruangan itu. Semua orang yang tak tahu persoalannya kebingungan, tak seorang pun yang membuka mulutnya, entah mereka kasihan atau malah mentertawakan aku?? Entahlah………….
Perkataan jujur yang keluar dari setiap manusia penjilat memang dibutuhkan, meskipun terkadang aroma yang tercium terasa pahit, memuakkan dan membuat ulu hati perih. Mengapa malam ini kulewati dengan kelam, gelap, tak ada sinar yang menerangi pikiran ini. Lagi-lagi aku menuliskan kata-kata yang sama, dan memang itulah yang membuat aku bodoh!! Kepercayaan yang ia abaikan.. Kasih sayang yang ia hempaskan.. Hingga rasa cinta yang ia injak..!! Sebuah pengalaman yang berharga, tak dapat dibeli dengan uang atau setangkup emas dan tingginya nilai kebenaran yang tidak dapat ditukar dengan intan permata.
Sepatah kata yang membuat akhir dari segalanya, memusnahkan harapan yang selama ini aku susun untuknya, tak apalah,, mungkin dengan semua ini aku bisa lebih kuat di esok hari, dan akan kujelajahi kembali kisah cintaku yang masih belum berakhir. The Last Words…
“Aku  jadian dengan dia di hari yang sama.”

Comments

Popular posts from this blog

7 Unsur Budaya Desa Golat Kecamatan Panumbangan Kabupaten Ciamis

Karakteristik budaya (meliputi tujuh unsur kebudayaan) masyarakat di Dusun Golat Tonggoh, Desa Golat, Kecamatan Panumbangan, Kabupaten Ciamis. Dalam ilmu sosiologi, dimanapun kita berada, baik itu di lingkungan rumah maupun ketika kita melakukan kunjungan ke luar daerah, ke luar kota, bahkan sampai ke luar negeri, kita akan selalu menemukan tujuh unsur  ke budaya an   dalam masyarakat. Ketujuh hal ini, oleh Clyde Kluckhohn dalam bukunya yang berjudul Universal Catagories of Culture   (dalam Gazalba, 1989: 10), disebut sebagai   tujuh unsur kebudayaan   yang bersifat universal ( cultural universals ). Artinya, ketujuh unsur ini akan selalu kita temukan dalam setiap kebudayaan atau masyarakat di dunia. Unsur-unsur ini merupakan perwujudan   usaha   manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup dan memelihara eksistensi diri dan kelompoknya. Adapun yang menjadi karakteristik budaya di Dusun Golat Tonggoh adalah sebagai berikut : (1) Sistem religi dan upacara keagamaan. Kepercayaan m

Samakah Beban Kita??

Cucu Sudiana 2 Desember 2012 Suara malam kembali berdendang Di tumpukan batu-batu itu mereka bersembunyi Musim penghujan yang telah menyapa tanah selama berminggu-minggu masih setia mengalirkan keprihatinannya Naluri manusia yang berubah-ubah juga emosi yang meluap-luap tidak memberikan keuntungan yang berarti Apakah masih ada yang berkenan dengannya Seekor makhluk tanah yang populasinya mulai menurun akibat keegoisan manusia Ataukah memang suaranya tak senyaring dahulu? Tiada lagi memberi kehangatan bagi hamba Tuhan yang terlambat pulang Jenis makanan seperti apakah yang mereka telan setiap hari? Lalu cairan seperti apakah yang akan melanjutkan hidupnya? Pernahkah ia mengeluh? Tentang kemarau kemarin yang panjang.. Tentang penghujan yang memberikan banjir terhadap urat nadi Negara Kupikir mereka dapat terbang lepas ke angkasa Laksana kunang-kunang dan serangga lainnya Hidup tanpa beban dan hidup di dalam nadirnya Maka.. disaat bait hujan mulai

MATA-MATA KECIL (PART 3/END)

“Hanna..! Yohanna..! Cepetan bangun…! Kamu harus temenin aku!” Hanna mengucek matanya, pandangannya yang masih buram perlahan-lahan kembali jelas, ditangkapnya raut wajahnya yang pucat pasi. “Udah waktunya ya?” Hanna yang sudah menyanggupi permintaan temannya itu segera merapikan diri. Sapu usang dan perlengkapan lainnya yang mungkin dibutuhkan sudah lengkap dibawa. Perjalanan dari rumah Vallen menuju kampus terasa jauh dan lama, jalanan yang lengang menimbulakn suasana yang tidak mengenakan. “Kamu yakin Len? Sudah nyiapin mental kamu?” Bunyi hembusan yang cukup keras terdengar. “Aku siap dengan semua risiko yang mungkin datang..” “Baguslah kalo begitu..” Pintu gerbang kampus itu terlihat, cukup berjalan beberapa menit saja mereka berdua telah sampai di ruang UKM Teater. Ruangan itu tidak tampak seperti biasanya, base camp yang membesarkan nama mereka di kampus kini menyimpan beribu pertanyaan. “KLIK..!” Pintu ruangan itu terbuka, lampu terang yang menyinari selu