Skip to main content

MATA-MATA KECIL (PART 3/END)

“Hanna..! Yohanna..! Cepetan bangun…! Kamu harus temenin aku!”
Hanna mengucek matanya, pandangannya yang masih buram perlahan-lahan kembali jelas, ditangkapnya raut wajahnya yang pucat pasi.
“Udah waktunya ya?”
Hanna yang sudah menyanggupi permintaan temannya itu segera merapikan diri. Sapu usang dan perlengkapan lainnya yang mungkin dibutuhkan sudah lengkap dibawa. Perjalanan dari rumah Vallen menuju kampus terasa jauh dan lama, jalanan yang lengang menimbulakn suasana yang tidak mengenakan.
“Kamu yakin Len? Sudah nyiapin mental kamu?”
Bunyi hembusan yang cukup keras terdengar.
“Aku siap dengan semua risiko yang mungkin datang..”
“Baguslah kalo begitu..”
Pintu gerbang kampus itu terlihat, cukup berjalan beberapa menit saja mereka berdua telah sampai di ruang UKM Teater. Ruangan itu tidak tampak seperti biasanya, base camp yang membesarkan nama mereka di kampus kini menyimpan beribu pertanyaan.
“KLIK..!”
Pintu ruangan itu terbuka, lampu terang yang menyinari seluruh dinding sengaja dimatikan Vallen.
“Ya Tuhan.. Lindungilah kami.. Kami bukan bermaksud menyekutukanmu, tapi ini demi kenyamanan hidupku. Amiin..”
Vallen bermunajat dengan nada kekhawatiran disela kalimat-kalimat yang dilontarkannya. Hanna sedari tadi mengunci mulutnya dan hanya sibuk berdoa dalam hati. Sapu gersang mulai diletakkan di depan pintu ruangan, Vallen dan Hanna merebahkan tubuhnya dengan rapat, dibawah kepalanya tergeletak sebuah sapu.
“Cukup begini aja kan?”
Vallen berkomentar, tangan kedua perempuan itu saling berpegangan erat bahkan cukup kuat untuk sekedar berjaga-jaga.
“Menurut informasi yang kita dapatkan sich ya kayak begini. Sepia mat ya ni kampus!”
“Jelas aja, sekarang kan malam Jum’at, tengah malam lagi.”
“Btw kayak ikutan uji nyali ya kita??hehe”
“Hanna.. Masih aja bercanda.. Ini malam mulai mencekam tauu!!”
“Srrrtt…..srrttt….srrrtt…….”
“Ekh..ekh itu suara apa ya?”
Vallen terdiam dan secara cermat menangkap suara langkah yang mulai mendekat. Genggaman mereka semakin kuat, darah terasa mengalir dengan deras mengendalikan suhu tubuh yang tak karuan.
“Ya Tuhan.. bunyinya semakin dekat aja..”
Dedaunan di depan ruangan teater bergerak kesana kemari, kedua perempuan itu tidak dapat membaca kemana arah angina itu sebenarnya. Udara dingin berhembus, keringat dingin pun meluncur dari dahi.
“Hilang.. bunyi langkahnya menghilang..”
Vallen bangkit untuk memastikan siapa pemilik langkah kaki yang terseret itu. Matanya yang cerah bergerak kesana kemari menangkap apa yang ia lihat, namun tidak ada pertanda apapun. Hanna pun ikut terbangun, ia mengibas-ngibaskan tangannya.
“Cuacanya jadi agak panas ya?”
Vallen terkesiap, bagaimana mungkin di cuaca yang dingin Hanna menyatakan bahwa disekitarnya menjadi agak panas, tidak masuk akal. Sebagian informasi juga mengatakan bahwa makhluk halus terkadang menunjukkan dirinya dengan hal-hal seperti itu. Sesosok bayangan muncul dari ujung ruangan.
“Len, apa itu barusan??”
“Apanya?”
Vallen yang semakin heran dengan tingkah laku temannya itu menaikkan alisnya. Jelas-jelas memberi pertanda bahwa apa yang ia rasakan dan temmannya rasakan berbeda.
“Tadi ada bayangan di ujung ruangan itu! Sungguh aku melihatnya. Kayak bayangan anak kecil githu..”
“Benar.. Anak itu telah datang.”
“Owh My God”
Wajah Hanna semakin pucat, mulutnya menganga.
“Len.. Len.. Dia datang Len!”
“Ini gawat Hanna, aku sama sekali gak bisa melihatnya.”
“Apa?? Kenapa dia menunjukkan dirinya kepadaku saja. Lalu bagaimana ini?”
“Cepat tanyain keinginannya!”
Detak jantung Hanna semakin cepat, tangannya pun mulai licin oleh keringat.
“Maaf.. Bukannya kami berdua mau mengganggu kamu, tapi kami hanya memastikan apa sebenarnya tujuan kamu? Apa yang harus kami lakukan?”
Sosok anak kecil dibalik gelap itu tidak bereaksi apa-apa, yang samar-samar terdengar adalah rintihan kesakitan entah darimana asalnya.
“Hiiiiiiiiiiiiiiii………..hiiiiiiiiiiiiiiiiii………….”
“Ya ampun itu suara apa lagi?”
“Apa yang kamu dengar Han?”
“Rintihan anak kecil Len..! Suaranya gak tau darimana, tapi kedengerannya kayak dibelakang kita Len..”
“Haduh.. Jangan mengada-ngada dech”
“Ini serius!”
“Siapapun kamu? Wahai makhluk yang tinggal di dunia berbeda? Aku mohon maaf, berilah aku petunjuk untuk menyelesaikan permasalahan yang aku alami. Apakah aku pernah punya kesalahan? Apa aku pernah mengusik ketenangan kalian? Aku mohon.. tolong jangan ganggu aku lagi..! Aku sudah lelah..”
“BBBRRRRRRAAAAAKKKKKK……!!!!!!!!!!!”
“AAAAAAAAAAAAAAAAAAAA…..…..!!!!!!”
“Aku gak nyangka banget kita bakalan ngalamin hal yang menegangkan kayak tempo hari”
“Iya, thank’s ya Han buat pengorbanannya! Aku sama sekali gak tahu bahwa di ruangan teater itu pernah ditemukan mayat anak kecil. Kasihan ya.. Anak sekecil itu harus merasakan penyiksaan yang luar biasa.”
“Kejadian waktu siang itu juga ternyata ada kaitannya dengan anak itu ya, gudang usang itu adalah tempat dimana anak kecil itu dianiaya.”
“Dan video itu juga ternyata menunjukkan keterkaitan saat-saat anak itu mengalami rasa sakit, ia disiksa siang dan malam, dalam deras hujan dan terik matahari.”
“Ya ampun.. Moga aja kejadian seperti itu tidak terjadi lagi di zaman sekarang. Zaman dahulu memang benar-benar keras dan kejam. Jadi merinding membayangkannya. Syukur dech semuanya udah berakhir, lega banget rasanya! Ekh kita ke Pos Satpam yuk, aku udah bawain makanan buat orang yang udah nyelamatin dan nyeritain kejadian sebenarnya kepada kita”
“Pak Narto itu ya? Iya coba aja malam itu dia gak nyelamatin kita yang jatuh pingsan, gak tahu dech!”
Dua orang penjaga pos terlihat asyik ngobrol, disampingnya dua buah cangkir kopi tercium harum.
“Permisi Pak, Pak Nartonya ada?”
“Pak Narto?”
Hening menghinggapi pembicaraan kami, Kedua satpam itu saling berpandangan.
Pak Narto yang mana ya?”
:) :) :)

Comments

  1. Cerpen Misteri Yang Menarik a...
    Terus Posting a,,,siapa tau kaya raditya nantinya,,hehe..

    Good luck a..

    ReplyDelete
  2. Oy Join Juga ya A di Blog saya..

    di http://almasphere.blogspot.com/

    trims...

    ReplyDelete
  3. Haha.. Amiin..
    Sukses juga buat Alma, td juga udah berkunjung, baca yang mendengar-dengar itu..:)

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

7 Unsur Budaya Desa Golat Kecamatan Panumbangan Kabupaten Ciamis

Karakteristik budaya (meliputi tujuh unsur kebudayaan) masyarakat di Dusun Golat Tonggoh, Desa Golat, Kecamatan Panumbangan, Kabupaten Ciamis. Dalam ilmu sosiologi, dimanapun kita berada, baik itu di lingkungan rumah maupun ketika kita melakukan kunjungan ke luar daerah, ke luar kota, bahkan sampai ke luar negeri, kita akan selalu menemukan tujuh unsur  ke budaya an   dalam masyarakat. Ketujuh hal ini, oleh Clyde Kluckhohn dalam bukunya yang berjudul Universal Catagories of Culture   (dalam Gazalba, 1989: 10), disebut sebagai   tujuh unsur kebudayaan   yang bersifat universal ( cultural universals ). Artinya, ketujuh unsur ini akan selalu kita temukan dalam setiap kebudayaan atau masyarakat di dunia. Unsur-unsur ini merupakan perwujudan   usaha   manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup dan memelihara eksistensi diri dan kelompoknya. Adapun yang menjadi karakteristik budaya di Dusun Golat Tonggoh adalah sebagai berikut : (1) Sistem religi dan upacara keagamaan. Kepercayaan m

Samakah Beban Kita??

Cucu Sudiana 2 Desember 2012 Suara malam kembali berdendang Di tumpukan batu-batu itu mereka bersembunyi Musim penghujan yang telah menyapa tanah selama berminggu-minggu masih setia mengalirkan keprihatinannya Naluri manusia yang berubah-ubah juga emosi yang meluap-luap tidak memberikan keuntungan yang berarti Apakah masih ada yang berkenan dengannya Seekor makhluk tanah yang populasinya mulai menurun akibat keegoisan manusia Ataukah memang suaranya tak senyaring dahulu? Tiada lagi memberi kehangatan bagi hamba Tuhan yang terlambat pulang Jenis makanan seperti apakah yang mereka telan setiap hari? Lalu cairan seperti apakah yang akan melanjutkan hidupnya? Pernahkah ia mengeluh? Tentang kemarau kemarin yang panjang.. Tentang penghujan yang memberikan banjir terhadap urat nadi Negara Kupikir mereka dapat terbang lepas ke angkasa Laksana kunang-kunang dan serangga lainnya Hidup tanpa beban dan hidup di dalam nadirnya Maka.. disaat bait hujan mulai

Penyesalan Besar Untuknya

Sudah banyak pengorbanan yang dilakukan oleh Olive, seorang perempuan yang telah lama kukenal sejak SMA, ketika saat kegiatan PRAMUKA itu berlangsung, dia bernyanyi di ujung malam bertemankan hangatnya bara api unggun yang menggerogoti dinginnya malam. Aku menatapnya dengan cermat, mungkinkah dia seorang yang akan menjadi berharga? Diriku masih menimbang-nimbang. Jika biasanya orang-orang atau teman sebayaku yang lain menginginkan sosok pujaan hati dalam wujud yang sempurna, dalam artian cantik fisik, rupa, sorot mata dan sebagainya namun tidak denganku, cantik dalam pandanganku berarti IQ tinggi, bintang kelas, mempunyai keahlian, punya visi, ahh... mungkin aku terlalu berlebihan. Dalam waktu yang tidak dinyana, ada sebuah kesempatan untuk dekat dengannya, ini momen yang tepat, dengan melihat segala kemungkinan dan hipotesis yang ada aku dapat menyimpulkan ini akan sangat mudah. Dan ternyata ia memang benar, cinta semasa SMA tidak terlalu banyak pertimbangan, tidak seperti cint