“Hanna..! Yohanna..!
Cepetan bangun…! Kamu harus temenin aku!”
Hanna mengucek
matanya, pandangannya yang masih buram perlahan-lahan kembali jelas,
ditangkapnya raut wajahnya yang pucat pasi.
“Udah waktunya
ya?”
Hanna yang sudah
menyanggupi permintaan temannya itu segera merapikan diri. Sapu usang dan
perlengkapan lainnya yang mungkin dibutuhkan sudah lengkap dibawa. Perjalanan
dari rumah Vallen menuju kampus terasa jauh dan lama, jalanan yang lengang
menimbulakn suasana yang tidak mengenakan.
“Kamu yakin Len?
Sudah nyiapin mental kamu?”
Bunyi hembusan
yang cukup keras terdengar.
“Aku siap dengan
semua risiko yang mungkin datang..”
“Baguslah kalo
begitu..”
Pintu gerbang
kampus itu terlihat, cukup berjalan beberapa menit saja mereka berdua telah
sampai di ruang UKM Teater. Ruangan itu tidak tampak seperti biasanya, base
camp yang membesarkan nama mereka di kampus kini menyimpan beribu pertanyaan.
“KLIK..!”
Pintu ruangan itu
terbuka, lampu terang yang menyinari seluruh dinding sengaja dimatikan Vallen.
“Ya Tuhan..
Lindungilah kami.. Kami bukan bermaksud menyekutukanmu, tapi ini demi
kenyamanan hidupku. Amiin..”
Vallen bermunajat
dengan nada kekhawatiran disela kalimat-kalimat yang dilontarkannya. Hanna
sedari tadi mengunci mulutnya dan hanya sibuk berdoa dalam hati. Sapu gersang
mulai diletakkan di depan pintu ruangan, Vallen dan Hanna merebahkan tubuhnya
dengan rapat, dibawah kepalanya tergeletak sebuah sapu.
“Cukup begini aja
kan?”
Vallen
berkomentar, tangan kedua perempuan itu saling berpegangan erat bahkan cukup
kuat untuk sekedar berjaga-jaga.
“Menurut informasi
yang kita dapatkan sich ya kayak begini. Sepia mat ya ni kampus!”
“Jelas aja,
sekarang kan malam Jum’at, tengah malam lagi.”
“Btw kayak ikutan
uji nyali ya kita??hehe”
“Hanna.. Masih aja
bercanda.. Ini malam mulai mencekam tauu!!”
“Srrrtt…..srrttt….srrrtt…….”
“Ekh..ekh itu
suara apa ya?”
Vallen terdiam dan
secara cermat menangkap suara langkah yang mulai mendekat. Genggaman mereka
semakin kuat, darah terasa mengalir dengan deras mengendalikan suhu tubuh yang
tak karuan.
“Ya Tuhan.. bunyinya
semakin dekat aja..”
Dedaunan di depan
ruangan teater bergerak kesana kemari, kedua perempuan itu tidak dapat membaca
kemana arah angina itu sebenarnya. Udara dingin berhembus, keringat dingin pun
meluncur dari dahi.
“Hilang.. bunyi
langkahnya menghilang..”
Vallen bangkit
untuk memastikan siapa pemilik langkah kaki yang terseret itu. Matanya yang
cerah bergerak kesana kemari menangkap apa yang ia lihat, namun tidak ada
pertanda apapun. Hanna pun ikut terbangun, ia mengibas-ngibaskan tangannya.
“Cuacanya jadi
agak panas ya?”
Vallen terkesiap,
bagaimana mungkin di cuaca yang dingin Hanna menyatakan bahwa disekitarnya
menjadi agak panas, tidak masuk akal. Sebagian informasi juga mengatakan bahwa
makhluk halus terkadang menunjukkan dirinya dengan hal-hal seperti itu. Sesosok
bayangan muncul dari ujung ruangan.
“Len, apa itu
barusan??”
“Apanya?”
Vallen yang
semakin heran dengan tingkah laku temannya itu menaikkan alisnya. Jelas-jelas memberi
pertanda bahwa apa yang ia rasakan dan temmannya rasakan berbeda.
“Tadi ada bayangan
di ujung ruangan itu! Sungguh aku melihatnya. Kayak bayangan anak kecil
githu..”
“Benar.. Anak itu
telah datang.”
“Owh My God”
Wajah Hanna
semakin pucat, mulutnya menganga.
“Len.. Len.. Dia
datang Len!”
“Ini gawat Hanna,
aku sama sekali gak bisa melihatnya.”
“Apa?? Kenapa dia
menunjukkan dirinya kepadaku saja. Lalu bagaimana ini?”
“Cepat tanyain
keinginannya!”
Detak jantung
Hanna semakin cepat, tangannya pun mulai licin oleh keringat.
“Maaf.. Bukannya
kami berdua mau mengganggu kamu, tapi kami hanya memastikan apa sebenarnya
tujuan kamu? Apa yang harus kami lakukan?”
Sosok anak kecil
dibalik gelap itu tidak bereaksi apa-apa, yang samar-samar terdengar adalah
rintihan kesakitan entah darimana asalnya.
“Hiiiiiiiiiiiiiiii………..hiiiiiiiiiiiiiiiiii………….”
“Ya ampun itu
suara apa lagi?”
“Apa yang kamu
dengar Han?”
“Rintihan anak
kecil Len..! Suaranya gak tau darimana, tapi kedengerannya kayak dibelakang
kita Len..”
“Haduh.. Jangan
mengada-ngada dech”
“Ini serius!”
“Siapapun kamu?
Wahai makhluk yang tinggal di dunia berbeda? Aku mohon maaf, berilah aku
petunjuk untuk menyelesaikan permasalahan yang aku alami. Apakah aku pernah
punya kesalahan? Apa aku pernah mengusik ketenangan kalian? Aku mohon.. tolong
jangan ganggu aku lagi..! Aku sudah lelah..”
“BBBRRRRRRAAAAAKKKKKK……!!!!!!!!!!!”
“AAAAAAAAAAAAAAAAAAAA…..…..!!!!!!”
“Aku gak nyangka
banget kita bakalan ngalamin hal yang menegangkan kayak tempo hari”
“Iya, thank’s ya
Han buat pengorbanannya! Aku sama sekali gak tahu bahwa di ruangan teater itu
pernah ditemukan mayat anak kecil. Kasihan ya.. Anak sekecil itu harus
merasakan penyiksaan yang luar biasa.”
“Kejadian waktu
siang itu juga ternyata ada kaitannya dengan anak itu ya, gudang usang itu
adalah tempat dimana anak kecil itu dianiaya.”
“Dan video itu
juga ternyata menunjukkan keterkaitan saat-saat anak itu mengalami rasa sakit,
ia disiksa siang dan malam, dalam deras hujan dan terik matahari.”
“Ya ampun.. Moga
aja kejadian seperti itu tidak terjadi lagi di zaman sekarang. Zaman dahulu
memang benar-benar keras dan kejam. Jadi merinding membayangkannya. Syukur dech
semuanya udah berakhir, lega banget rasanya! Ekh kita ke Pos Satpam yuk, aku
udah bawain makanan buat orang yang udah nyelamatin dan nyeritain kejadian
sebenarnya kepada kita”
“Pak Narto itu ya?
Iya coba aja malam itu dia gak nyelamatin kita yang jatuh pingsan, gak tahu
dech!”
Dua orang penjaga
pos terlihat asyik ngobrol, disampingnya dua buah cangkir kopi tercium harum.
“Permisi Pak, Pak
Nartonya ada?”
“Pak Narto?”
Hening
menghinggapi pembicaraan kami, Kedua satpam itu saling berpandangan.
Pak Narto yang
mana ya?”
:) :) :)
Cerpen Misteri Yang Menarik a...
ReplyDeleteTerus Posting a,,,siapa tau kaya raditya nantinya,,hehe..
Good luck a..
Oy Join Juga ya A di Blog saya..
ReplyDeletedi http://almasphere.blogspot.com/
trims...
Haha.. Amiin..
ReplyDeleteSukses juga buat Alma, td juga udah berkunjung, baca yang mendengar-dengar itu..:)